Tahukah
Kau Siapakah Ikan Kecil di Lautan?
Venti Indiani | 11313244010
Pendidikan Matematika Int 2011
Tulisan ini terinspirasi oleh kelas Filsafat Pendidikan
Matematika FMIPA UNY yang diampu oleh Prof Marsigit pada hari Rabu tanggal 29
Oktober 2014 pukul 09.00-10.40 WIB. Seperti biasanya, kelas yang diampu oleh
Prof Marsigit selalu memberikan kesan yang mendalam. Pun dengan pertemuan hari
itu. Tak seperti kelas biasanya yang hanya duduk di kursi selama proses
pembelajaran, namun pertemuan kali ini Prof Marsigit memberikan sentuhan yang
berbeda. Beliau akn memberikan instruksi pada semua mahasiswanya untuk mendengarkan
kuliah sambil berdiri ketika dirasa ada mahasiswa yang mulai jenuh maupun
mengantuk. Mungkin ini pertama kalinya saya mengikuti kelas seperti ini. Ya,
itu kesan pertama yang tak mungkin dilupakan.
Pertemuan hari itu Prof Marsigit menjelaskan tentang
berpikir filsafat, yaitu bagaimana membangun dunia menurut versi filsafat. Dimulai
dengan penjelasan bahwa objek filsafat dibedakan menjadi dua, yaitu yang ada
dan yang mungkin ada. Benda yang ada bisa berupa bolpen, semut, daun, dll.
Secara garis besar sifat objek filsafat dapat dikategorikan secara ekstensif
dan intensif. Namun disini sifat yang dikhusukan yaitu sifat tetap dan berubah.
Dalam kuliah pada hari itu Pak Marsigit menggambar sebuah
laut lengkap dengan kapal dan ikan kecil. Beliau bertanya siapakah ikan kecil
itu? Kami semua bingung. Tak ada yang bisa menjawab dengan tepat. Kemudian beliau
meminta kami menyebutkan apa yang tetap dan apa yang berubah dalam diri seorang
manusia. Yang tetap contohnya jumlah mata, jumlah kaki, jumlah tangan. Yang tetap
itu yang ada di dalam pikiran. Sedangkan yang berubah yaitu pikiran, umur, dll.
Biasanya yang berubah ada di luar pikiran. Tokoh Ilmu filsafat yang mengenalkan
tentang filsafat yang bersifat tetap yaitu Permenides sehingga ilmunya disebut
Permenidenisme. Sementara itu tokoh filsafat yang mengenalkan tentang filsafat
yang objeknya berubah adalah Heraklitos sehingga ilmunya disebut
Heraklitosianisme. Obyek yang tetap ada di dalam pikiran sedangkan yang tidak
tetap atau berubah ada di luar pikiran. Yang di dalam pikiran disebut sebagai
idealism, dan yang di luar pikiran disebut sebagai realism. Tokoh idealism
adalah Plato, dengan sifat-sifat dari idealism adalah ideal, berlaku sifat
identitas dimana subyek sama dengan predikat. Sedangkan tokoh dari
Realism adalah Aristoteles dengan sifat-sifat dari realism adalah realis, serta
berlaku sifat kontradiksi dimana subyek tidak sama dengan predikat. Jika
dikembangkan lebih jauh, ideal akan menuju rasio atau rasionalisme dengan
tokohnya Rene Descartes, sedangkan Realisme akan berkembang menjadi pengalaman
atau empiris dengan tokohnya adalah David Home. Kebenaran di dalam pikiran bersifat
koherensi dan kebenaran di luar pikiran bersifat korespondensi. Di dalam
pikiran bersifat analitik, di luar pikiran bersifat sintetik dan di dalam
pikiran bersifat apriori, sedangkan di luar pikiran bersifat aposteriori. Yang
di luar bersifat sintetik, bersifat kontradiksi, aku tidak sama dengan aku,
karena disini terikat ruang dan waktu. Angka 4 tidak sama dengan 4, 4 di kiri
dan 4 di kanan. Sedangkan di dalam pikiran tidak terikat ruang dan waktu. Di
dalam pikiran 4=4, ketika di tulis menjadi salah, matematika benar ketika masih
dalam pikiran, setelah diucapkan secara filsafat akan menjadi salah, karena
pada pernyataan 4=4, terdapat 4 pertama dan 4 kedua. Di luar bersifat sintetik
aposteriori artinya bisa dipikirkan setelah melihat bendanya.
Prof Marsigit juga menjelaskan tentang zaman-zaman filsafat,
dimana pada abad 8 kebenaran didominasi oleh Gereja. Siapapun yang
mengungkapkan kebenaran tanpa nama gereja, dianggap pemberontak dan akan
dikejar bahkan dibunuh. Kemudian munculah pemikiran geosentris, dimana
pemikiran ini meyakini bahwa tata surya berpusat di bumi. Setelah itu, pada era
Copernicus, lahirlah copernicusianisme. Aliran ini mengimani pemikiran aliran
heliosentris, dimana matahari sebagai pusat tata surya. Menurut penelitian yang
diungkapkan Copernicus, pusat tata surya adalah matahari, sedangkan bumi dan
planet-planet lain mengelilingi matahari sambil berotasi pada sumbunya.
Beberapa sifat antara lain sifat identitas, analitiak, dan apiori
merupakan sifat-sifat matematika murni. Sifat-sifat matematika ini untuk orang
dewasa. Sedangkan yang memiliki sifat-sifat di luar pikiran sebagian adalah
milik anak-anak. Oleh karena itu diperlukan matematika sekolah atau matematika
horizontal. Suatu ketika timbul perbedaan antara tokoh filsuf Rene Descartes
dengan David. Rene Descrates berpendapat tidak mungkin mendapatkan ilmu tanpa
rasio sedangkan David berpendapat tidak mungkin mendapat ilmu tanpa pengalaman.
Kemudian Imanuel Kant menjadi sosok penengah diantara kedua pihak yang
beselisih tersebut. Menurut Imanuel Kant, baik teori Rene Descartes maupun
teori David memiliki kelemahan. Rene Descartes hanya mendewakan pikiran dan
mengabaikan pengalaman, sedangkan David sebaliknya yaitu mendewakan pengalaman
dan mengesampingkan rasio. Imanuel Kant kemudian berkata bahwa sebenar-benar
ilmu adalah gabungan pikiran dan pengalaman. Dimana antara pikiran atau rasio
dan pengalaman saling melengkapi.
Analitik, sintetik, apriori a posteriori, analitik, konsistensi
ide, sintetik, hubungan subyek dan predikat yg bersifat kontradiksi dan
seterusnya merupakan sifat-sifat yang ada pada dalam dan luar pikiran. Yang ada
di dalam pikiran, konsistensi, yaitu koherensi, bersifat tunggal, sedangkan
yang di luar pikiran bersifat plural. Di dalam pikiran, monisme, di luar
pikiran pluralisme, di dalam pikiran menuju akhirat, di laur pikiran menuju
dunia, di luar pikiran menuju materialisme, di dalam pikiran menuju idealisme.
Jika dikawinkan atau di gabung, antar sifat-sifat analitik dan sintetik,
apriori dan aposteriori, menjadi analitik apriori dan sintetik aposteriori.
Anilitik adalah konsistensi ide. Aposteriori baru bisa berfikir setelah
melihat. Maka aposteriori tidak konsisten, karena belum dipikirkan. Sedangkan sintetik
apriori, apriori, bisa memikirkan walaupun belum dialami, bisa memikirkan
pengalaman yg belum dialami berdasar pengalaman lalu, inilah sebenar-benarnya
ilmu menurut Imanuel Kant. Seorang filsuf yang mendamaikan rasio dan
pengalaman. Lalu kini jika kembali ke pertanyaan yang tak kunjung terjawab,
siapakah ikan kecil di tengah luasnya lautan itu? Ikan kecil itu tak lain dan
tak bukan adalah dirimu, diriku, diri kita. Dimana manusia yang kini terombang
ambing dalam berbagai arus seperti materialisme, hedonisme, dan lain lain. Prof
Marsigit menjelaskan bahwa apa yang telah beliau jelaskan sebenarnya adalah isi
dari kepala ikan yang tak lain dan tak bukan adalah manusia.