Selasa, 11 November 2014

Tahukah Kau Siapakah Ikan Kecil di Lautan?

Venti Indiani | 11313244010
Pendidikan Matematika Int 2011

 




Tulisan ini terinspirasi oleh kelas Filsafat Pendidikan Matematika FMIPA UNY yang diampu oleh Prof Marsigit pada hari Rabu tanggal 29 Oktober 2014 pukul 09.00-10.40 WIB. Seperti biasanya, kelas yang diampu oleh Prof Marsigit selalu memberikan kesan yang mendalam. Pun dengan pertemuan hari itu. Tak seperti kelas biasanya yang hanya duduk di kursi selama proses pembelajaran, namun pertemuan kali ini Prof Marsigit memberikan sentuhan yang berbeda. Beliau akn memberikan instruksi pada semua mahasiswanya untuk mendengarkan kuliah sambil berdiri ketika dirasa ada mahasiswa yang mulai jenuh maupun mengantuk. Mungkin ini pertama kalinya saya mengikuti kelas seperti ini. Ya, itu kesan pertama yang tak mungkin dilupakan.
Pertemuan hari itu Prof Marsigit menjelaskan tentang berpikir filsafat, yaitu bagaimana membangun dunia menurut versi filsafat. Dimulai dengan penjelasan bahwa objek filsafat dibedakan menjadi dua, yaitu yang ada dan yang mungkin ada. Benda yang ada bisa berupa bolpen, semut, daun, dll. Secara garis besar sifat objek filsafat dapat dikategorikan secara ekstensif dan intensif. Namun disini sifat yang dikhusukan yaitu sifat tetap dan berubah.
Dalam kuliah pada hari itu Pak Marsigit menggambar sebuah laut lengkap dengan kapal dan ikan kecil. Beliau bertanya siapakah ikan kecil itu? Kami semua bingung. Tak ada yang bisa menjawab dengan tepat. Kemudian beliau meminta kami menyebutkan apa yang tetap dan apa yang berubah dalam diri seorang manusia. Yang tetap contohnya jumlah mata, jumlah kaki, jumlah tangan. Yang tetap itu yang ada di dalam pikiran. Sedangkan yang berubah yaitu pikiran, umur, dll. Biasanya yang berubah ada di luar pikiran. Tokoh Ilmu filsafat yang mengenalkan tentang filsafat yang bersifat tetap yaitu Permenides sehingga ilmunya disebut Permenidenisme. Sementara itu tokoh filsafat yang mengenalkan tentang filsafat yang objeknya berubah adalah Heraklitos sehingga ilmunya disebut Heraklitosianisme. Obyek yang tetap ada di dalam pikiran sedangkan yang tidak tetap atau berubah ada di luar pikiran. Yang di dalam pikiran disebut sebagai idealism, dan yang di luar pikiran disebut sebagai realism. Tokoh idealism adalah Plato, dengan sifat-sifat dari idealism adalah ideal, berlaku sifat identitas dimana subyek sama dengan predikat. Sedangkan  tokoh dari Realism adalah Aristoteles dengan sifat-sifat dari realism adalah realis, serta berlaku sifat kontradiksi dimana subyek tidak sama dengan predikat. Jika dikembangkan lebih jauh, ideal akan menuju rasio atau rasionalisme dengan tokohnya Rene Descartes, sedangkan Realisme akan berkembang menjadi pengalaman atau empiris dengan tokohnya adalah David Home. Kebenaran di dalam pikiran bersifat koherensi dan kebenaran di luar pikiran bersifat korespondensi. Di dalam pikiran bersifat analitik, di luar pikiran bersifat sintetik dan di dalam pikiran bersifat apriori, sedangkan di luar pikiran bersifat  aposteriori. Yang di luar bersifat sintetik, bersifat kontradiksi, aku tidak sama dengan aku, karena disini terikat ruang dan waktu. Angka 4 tidak sama dengan 4, 4 di kiri dan 4 di kanan. Sedangkan di dalam pikiran tidak terikat ruang dan waktu.  Di dalam pikiran 4=4, ketika di tulis menjadi salah, matematika benar ketika masih dalam pikiran, setelah diucapkan secara filsafat akan menjadi salah, karena pada pernyataan 4=4, terdapat 4 pertama dan 4 kedua. Di luar bersifat sintetik aposteriori artinya bisa dipikirkan setelah melihat bendanya.
Prof Marsigit juga menjelaskan tentang zaman-zaman filsafat, dimana pada abad 8 kebenaran didominasi oleh Gereja. Siapapun yang mengungkapkan kebenaran tanpa nama gereja, dianggap pemberontak dan akan dikejar bahkan dibunuh. Kemudian munculah pemikiran geosentris, dimana pemikiran ini meyakini bahwa tata surya berpusat di bumi. Setelah itu, pada era Copernicus, lahirlah copernicusianisme. Aliran ini mengimani pemikiran aliran heliosentris, dimana matahari sebagai pusat tata surya. Menurut penelitian yang diungkapkan Copernicus, pusat tata surya adalah matahari, sedangkan bumi dan planet-planet lain mengelilingi matahari sambil berotasi pada sumbunya.
Beberapa sifat antara lain sifat identitas, analitiak, dan apiori merupakan sifat-sifat matematika murni. Sifat-sifat matematika ini untuk orang dewasa. Sedangkan yang memiliki sifat-sifat di luar pikiran sebagian adalah milik anak-anak. Oleh karena itu diperlukan matematika sekolah atau matematika horizontal. Suatu ketika timbul perbedaan antara tokoh filsuf Rene Descartes dengan David. Rene Descrates berpendapat tidak mungkin mendapatkan ilmu tanpa rasio sedangkan David berpendapat tidak mungkin mendapat ilmu tanpa pengalaman. Kemudian Imanuel Kant menjadi sosok penengah diantara kedua pihak yang beselisih tersebut. Menurut Imanuel Kant, baik teori Rene Descartes maupun teori David memiliki kelemahan. Rene Descartes hanya mendewakan pikiran dan mengabaikan pengalaman, sedangkan David sebaliknya yaitu mendewakan pengalaman dan mengesampingkan rasio. Imanuel Kant kemudian berkata bahwa sebenar-benar ilmu adalah gabungan pikiran dan pengalaman. Dimana antara pikiran atau rasio dan pengalaman saling melengkapi.

Analitik, sintetik, apriori a posteriori, analitik, konsistensi ide, sintetik, hubungan subyek dan predikat yg bersifat kontradiksi dan seterusnya merupakan sifat-sifat yang ada pada dalam dan luar pikiran. Yang ada di dalam pikiran, konsistensi, yaitu koherensi, bersifat tunggal, sedangkan yang di luar pikiran bersifat plural. Di dalam pikiran, monisme, di luar pikiran pluralisme, di dalam pikiran menuju akhirat, di laur pikiran menuju dunia, di luar pikiran menuju materialisme, di dalam pikiran menuju idealisme. Jika dikawinkan atau di gabung, antar sifat-sifat analitik dan sintetik, apriori dan aposteriori, menjadi analitik apriori dan sintetik aposteriori. Anilitik adalah konsistensi ide. Aposteriori baru bisa berfikir setelah melihat. Maka aposteriori tidak konsisten, karena belum dipikirkan. Sedangkan sintetik apriori, apriori, bisa memikirkan walaupun belum dialami, bisa memikirkan pengalaman yg belum dialami berdasar pengalaman lalu, inilah sebenar-benarnya ilmu menurut Imanuel Kant. Seorang filsuf yang mendamaikan rasio dan pengalaman. Lalu kini jika kembali ke pertanyaan yang tak kunjung terjawab, siapakah ikan kecil di tengah luasnya lautan itu? Ikan kecil itu tak lain dan tak bukan adalah dirimu, diriku, diri kita. Dimana manusia yang kini terombang ambing dalam berbagai arus seperti materialisme, hedonisme, dan lain lain. Prof Marsigit menjelaskan bahwa apa yang telah beliau jelaskan sebenarnya adalah isi dari kepala ikan yang tak lain dan tak bukan adalah manusia.