Senin, 28 September 2015

Filsafat Ilmu: REFLEKSI 3 Mengapa Harus Kau Kuatkan Dimensi Spiritualmu Sebelum Mengenal Filsafat


Mengapa Harus Kau Kuatkan Dimensi Spiritualmu Sebelum Mengenal Filsafat
Venti Indiani | 15709251057
Pend.Matematika PPs UNY 2015

Kembali lagi pada tulisan mengenai filsafat yang terinspirasi oleh mata kuliah Filsafat Ilmu yang disampaikan oleh Prof. Dr Marsigit,MA pada Pascasarjana Prodi Pendidikan Matematika Kelas A pada hari Selasa tanggal 22 September 2015 pukul 11.10 – 12.50 WIB di Ruang Kuliah R.305B Gedung Lama Universitas Negeri Yogyakarta.

Pada awal perkuliahan Prof. Dr Marsigit,MA selalu memberikan kesempatan bagi mahasiswanya untuk mengajukan pertanyaan apabila ada pertanyaan yang muncul setelah pertemuan pada minggu sebelumnya. Menurut saya pribadi hal tersebut mengindikasikan bahwa dalam proses perkuliahan terjadi adanya komunikasi dua arah dimana antara dosen dan mahasiswa berperan aktif. Dosen tidak mendominasi kelas, namun mahasiswa diberikan kesempatan untuk mengajukan ide, gagasan, maupun pertanyaan sehingga perkuliahan lebih interaktif.

Berikut merupakan beberapa pertanyaan spontan yang diajukan oleh mahasiswa Pascasarjana Prodi Pendidikan Matematika Kelas A selama perkuliahan:
1.  Pertanyaan pertama diajukan oleh Ibu Retno Kusumadewi yaitu mengenai bagaimana menurut pandangan filsafat mengenai pemikiran peserta didik dalam proses pembelajaran, terutama pembelajaran matematika yang cenderung untuk memilih jalan yang mudah dan cara yang instan dalam menyelesaikan permasalahan matematika. Pembahasan:
Menanggapi pertanyaan di atas, Prof. Dr Marsigit,MA menyatakan bahwa apa yang dikemukakan oleh Ibu Retno tersebut adalah berbuhungan dengan adanya budaya instan yang telah diuraiakan oleh Prof. Dr Marsigit,MA dalam tulisan Narasi Besar Politik dan Ideologi Pendidikan Dunia dan telah diunggah di situs beliau https://uny.academia.edu/MarsigitHrd. Intisari dari tulisan tersebut adalah atmosfir/kurun waktunya memang sudah waktunya seperti itu, dimana banyak pemikiran jika ada yang mudah mengapa harus mencari yang sulit. Jika bisa dipermudah mengapa harus dipersulit? Perjuangan dalam arti yang lain, “jika aku tesis, aku membuat anti-tesisnya”. Anti-tesis yang dibuat yaitu kalau bisa mengerjakan yang sulit mengapa harus mengerjakan yang mudah. Hal tersebut jelas sangat mudah diucapkan namun sangat sulit untuk dilakukan. Jika kita menguji diri kita untuk memilih antara melakukan yang mudah atau yang sulit, Prof. Dr Marsigit,MA menggambarkan bahwa dampak dari yang kita pilih itu adalah seluas dunia dan akhirat. Pun jika dilihat dari sisi psikologis, antara “mengapa harus memilih yang sulit jika ada yang mudah” dan “mengapa harus memilih yang mudah jika ada yang sulit” mempunyai dampak yang sangat jauh berbeda. Pernyataan “mengapa harus memilih yang sulit jika ada yang mudah” dilihat dari sisi psikologis kondisi tersebut mengindikasikan pelakunya cenderung dalam keadaan senang dalam zona aman dan nyaman, tidak mau meningkatkan kemampuan diri, santai, mudah menyerah, tidak ingin berkembang, tak mau bekerja keras, motivasi rendah, defensif, tidak kreatif, masa bodoh, dan lain-lain.  Sementara pernyataan “mengapa harus memilih yang mudah jika ada yang sulit” dilihat dari sisi psikologis kondisi tersebut mengindikasikan pelakunya cenderung mempunyai sifat mau berkembang, kreatif, cerdas, bekerja keras, ingin tau tinggi, motivasi tinggi, dan lain-lain. Pada akhirnya dapat dikatakan bahwa hidup itu adalah interaksi antara kedua pernyataan di atas. Jika menginginkan kehidupan yang lebih baik maka hijrahlah dari “mengapa harus memilih yang sulit jika ada yang mudah” ke “mengapa harus memilih yang mudah jika ada yang sulit”.
2.        Pertanyaan kedua dikemukakan oleh Sdr. Heru Tri Novi Rizki yaitu mengenai bagaimana pandangan filsafat mengenai pendapat Hawking tentang penciptaan alam semesta.
Pembahasan:
Dari pertanyaan tersebut Prof. Dr Marsigit,MA menegaskan bahwa pertanyaan tersebut mengarah pada pandangan agama tentang makhluk pertama manusia yang dikemukakan oleh Darwin adalah seekor binatang (monyet). Sementara orang mempunyai agama, dalam agama apapun percaya bahwa manusia pertama di dunia adalah manusia, yaitu Adam AS. Sedangkan Darwin membuat suatu teori evolusi mengenai hukum sebab akibat, bahwa jika manusia setiap pagi misalnya belajar terbang terus menerus, maka dalam kurun waktu bermilyar-milyar keturunan, bermilyar-milyar tahun harapannya nanti manusia mempunyai kemampuan untuk terbang. Yang demikian merupakan teori potensi atau teori pengembangan diri dan ditangkap oleh Imanuel Khan sebagai teleologi, segala macam perkiraan masuk ke dalam ilmu teleologi. Kembali lagi mengenai teori evolusi jika kembali pada filsafat bahwa segala sesuatu mengalami perubahan. Tiadalah di dunia ini yang tidak mengalami perubahan. Jika hanya melihat teori seperti itu saja, maka hanya melihat dari setengah dunia. Karena separuh yang lain adalah teori bahwa segala sesuatu bersifat tetap. Tiadalah di dunia yang bersifat tidak tetap. Masing-masing mempunyai tokohnya. Teori yang mengenai semua yang bersifat tetap dipelopori oleh Permenides. Sedangkan teori yang meyakini bahwa segala sesuatu di dunia selalu berubah yaitu Heraclitos. Jika dilihat dari kacamata filsafat maka sebenarnya hidup itu adalah interaksi antara yang tetap dan berubah. Dengan demikian kita selalu bisa mendefinisikan apa itu hidup, berdasarkan yang ada dan yang mungkin ada. Definisi hidup dapat diuraikan sebanyak sifat yang dimiliki oleh yang ada dan yang mungkin ada. Contoh bahwa hidup itu tetap misalnya pada ketetapan hati seseorang dalam meyakini agamanya, ketetapan suami dalam mencintai isterinya, dan lain-lain. Dapat dikatakan bahwa dalam diri manusia terdapat unsur yang tetap dan berubah. Hidup itu adalah tetap dalam perubahan, dan berubah dalam ketetapan. Kembali pada pertanyaan awal mengenai pendapat Hawking tentang penciptaan alam semesta, dijelaskan bahwa dalam filsafat itu tidak ada yang mutlak benar, dan tidak ada yang mutlak salah, yang tepat adalah sesuai atau tidak sesuai dengan ruang dan waktu. Dalam spiritual kebenaran bersifat absolut, agama adalah suatu dogma.
3.        Pertanyaan ketiga diutarakan oleh Sdr. Ricky Antonius Leohani mengenai suatu teori yang belum kita ketahui kebenarannya namun mengapa bisa diyakini oleh masyarakat dunia?
Pembahasan:
Seseorang sah-sah saja untuk mempublish sebuah teori. Beberapa alasan mengapa suatu teori diyakini oleh masyarakat secara luas bahkan mendunia, antara lain yaitu: (1) karena teori tersebut ditulis pada buku yang kemudian digunakan sebagai bahan rujukan, (2) karena teori tersebut dipublikasikan, (3) karena adanya sponshorship yang berusaha menghidupkan teori tersebut, (4) karena teori tersebut memang bermanfaat. Maka benar dikatakan di awal bahwa adab mempelajari filsafat adalah memantapkan dimensi spiritual kita, agar tidak rapuh benteng spiritual kita yang digunakan sebagai koridor kita dalam mempelajari filsafat. Maka jika kita mempelajari filsafat kemudian timbul keraguan dalam diri kita akan kepercayaan yang telah kita yakini selama ini, beristighfar lah sembari memohon pertolongan pada Allah agar kita selalu dikuatkan iman kita.
Dalam filsafat jelas bahwa adanya objek filsafat yaitu yang ada dan yang mungkin ada itu. Semua merupakan wadah dan isinya. Misalnya rambut itu hitam namun sampai kiamat pun tidak akan mungkin sama bahwa hitam itu adalah rambut karena rambut merupakan subyek sedangkan hitam itu salah satu sifat yang menjadi predikat dari rambut itu. Dalam sudut pandang filsafat ada dua istilah yang antara fatal dan vital. “Fatal” adalah orang yang hanya mengandalkan hidupnya dari takdir sedangkan “Vital” adalah orang yang hanya mengandalkan ikhtiar saja tanpa percaya akan kekuatan doa dalam mencapai tujuan hidupnya. “Fatal” berbicara mengenai akherat sedangkan “Vital” berbicara tentang dunia. Maka sebenar-benar hidup adalah interaksi antara fatal dan vital. Bersikap fatal dengan berserah diri kepada Allah SWT dengan cara  berdoa dan bersikap vital dengan senantiatasa berusaha dan berikhtiar semaksimal mungkin. Berusahalah seakan-akan kamu akan hidup 1000 tahun lagi, serta berdoalah seakan-akan kamu akan mati besok. 
4.      Pertanyaan selanjutnya diungkapkan oleh Sdri. Atik Lutfi Ni’mah mengenai takdir kematian seseorang. Apakah orang yang meninggal karena bunuh diri juga merupakan ketetapan Allah?
Pembahasan:
Menanggapi pertanyaan tersebut Prof. Dr Marsigit mengungkapkan bahwa cara pandang berdimensi yang dipandang juga berdimensi kemudian diinteraksikan dengan sisi spiritual. Dalam sudut pandang filsafat, takdir merupakan sesuatu yang sudah terjadi karena pikiran manusia terbatas. Sementara itu pada sisi spiritual takdir terdiri dari tiga hal yaitu kelahiran, jodoh, dan kematian.  Berkaitan dengan takdir yang telah ditetapkan oleh Allah SWT ada yang bisa diubah oleh manusia dengan ikhtiar, misalnya kita tidak pandai dalam matematika namun kita masih bisa berusaha untuk mempelajari matematika. Sementara itu ada pula yang tidak dapat diubah, contohnya jenis kelamin pada kelahiran seseorang. Manusia memang sebaik-baiknya perencana, namun segala ketetapan hanyalah milik Allah SWT. Maka meminta tolong lah hanya kepada Allah SWT.
5.       Pertanyaan kelima dikemukakan kembali oleh Sdr. Ricky Antonius Leohani mengenai kasus poligami. Apakah semua isteri ada di dalam pikiran atau hanya satu saja sehingga yang lain hanya sebagai modelnya saja?
Pembahasan:
Menanggapi pertanyaan tersebut Prof.Dr Marsigit mengatakan bahwa dalam pikiran hanya ada satu wadah yaitu istri namun isi dari wadah tersebutlah yang berisi banyaknya istri-istri kemudian yang masing-masing punya model atau contoh-contohnya. Yang pertama dengan contohnya tersendiri, kedua dengan contohnya tersendiri begitu pula seterusnya.
6.     Pertanyaan keenam dikemukakan oleh Sdri. Azmi Yunianti mengenai hubungan antara filsafat dengan motivator. Karena tadi telah disebutkan bahwa segala sesuatu itu sudah ditentukan oleh Tuhan tapi motivasi itu punya target untuk berubah.
Pembahasan:
Menanggapi pertanyaan di atas, Prof.Dr Marsigit menjelaskan bahwa semua yang ada di dunia ini diciptakan secara berpasangan. Setiap yang ada dan yang mungkin ada adalah tesisnya, kemudian anti tesisnya adalah selain yang ada dan yang mungkin ada tersebut. Ketetapan dalam agama itu tesis maka antitesisnya adalah ikhtiar. Jika tesisnya fatal maka antitesisnya potensi. Seorang motivator mengembangkan potensinya agar manusia berpotensi. Maka sebenar-benar hidup adalah mau mengembangkan potensi yang dimiliki. Berubahnya suatu potensi dari yang ada menjadi pengada melalui mengada. Maka segala sesuatu dapat berubah jika diikhtiarkan dengan keikhlasan. Tanpa keikhlasan semua yang kita lakukan akan sia-sia. Dapat dikatakan bahwa keikhlasan adalah terwujudnya pengada dari yang ada  menjadi mengada.  Sehingga dapat disimpulkan bahwa motivator dan filosofer tidaklah bertentangan melainkan selaras dan terangkum perbedaannya hanya dari segi pengolahan ikhtiarnya. Filosofer lebih mengkaji dari berbagai aspek kemudian direfleksikan di berbagai cabang-cabang ilmu contohnya matematika, psikologi, dan ilmu lainnya, sedangkan motivator cenderung mengarah pada aspek kontrol dan kendali.
7.        Pertanyaan terakhir pada sesi kuliah ini diutarakan oleh Sdri. Fitriani mengenai kontradiksi. Bagaimana mensinergikan apa yang ada dalam pikiran dengan apa yang ada di hati supaya tidak menimbulkan penyesalan.
Pembahasan:
Berdasarkan pertanyaan tersebut, berikut penjelasan dari Prof.Dr Marsigit. Dalam filsafat ada dua prinsip, yaitu prinsip kontradiksi dan prinsip identitas. Kodrat sunnatullah yaitu adalah takdirnya. Menurut Imanuel Khan wadah tidak sama dengan isi, begitupun sebaliknya. Itulah apa yang kita kenal sebagai prinsip kontradiksi. Sementara itu prinsip yang kedua yaitu prinsip identitas. Dalam sudut pandang filsafat prinsip identitas hanya ada di dalam pikiran. Misalnya A=A memenuhi prinsip identitas jika masih dalam pikiran. Namun ketika sudah diucapkan maka A pertama sudah tidak sama lagi dengan A yang kedua. Mengapa? Karena dalam filsafat segala sesuatu terikat oleh ruang dan waktu. Yang menjadi pertanyaan adalah kontradiksi yang seperti apa yang produktif dan kontra-produktif? Semakin rendah  posisi dalam predikat maka semakin tinggi kontradisinya. Semakin tinggi posisi dalam predikat maka semakin rendah kontradiksinya. Hingga pada akhirnya tiba pada kekuasaan tertinggi yaitu Allah SWT, tidak ada kontradiksinya. Ya, Tuhan tidak mempunyai kontradiksi. Sedangkan ciptaannya lah yang mempunyai banyak kontradiksi.

Pengetahun ada karena adanya kontradiksi, yaitu pertarungan antara tesis dan antitesis sehingga membentuk suatu sintesis. Pertarungan antara pengetahuan lama dengan pengetahuan baru, pendapat yang satu dengan pendapat lainnya, tokoh yang satu dengan tokoh yang lainnya dan seterusnya. Maka perbesarlah kontradiksi-kontradiksi itu sehingga menimbulkan sistesis pengetahuan baru yang berguna. Namun, sebesar-besarnya kontradiksi yang terjadi jangan sampai kontradiksi itu turun ke hati. Jika sudah sampai turun ke hati, maka cara untuk menyembuhkan kontradiksi yang ada di hati yaitu kembali ke jalan Allah SWT.

Filsafat selalu mempunyai jawaban atas pertanyaan, karena akar dari filsafat itu sendiri adalah bermula dari bertanya. Pada beberapa kasus yang kemudian diperoleh jawaban dari sudut pandang filsafat terkadang bertentangan dengan keyakinan kita. Namun hal tersebut bukanlah menjadi alasan untuk melemahkan keyakinan kita. Sebaliknya, memperluas sudut pandang kita dalam menghadapi masalah. Maka tidak heran jika adab mempelajari filsafat yang utama dan paling pertama adalah dengan menguatkan pondasi spiritual kita. Semoga Allah yang Maha Baik selalu memberikan kemudahan bagi kita untuk memenuhi salah satu kewajiban kita sebagai seseorang yang beriman: menuntut ilmu. Amiin.


Metodologi Penelitian Pendidikan: Belajar Menyusun Latar Belakang Masalah

Belajar Menyusun
Latar Belakang Masalah
Venti Indiani | 15709251057
Pend.Matematika PPs UNY 2015

Setiap sebuah penelitian pasti terdapat suatu latar belakang permasalahan yang melatarbelakangi diadakannya penelitian tersebut. Sejatinya, apakah yang disebut masalah? Masalah merupakan hal yang terjadi akibat adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Menentukan latar belakang dapat dilakukan dengan mencoba mengidentifikasi suatu kenyataan-kenyataan yang ada dalam pembelajaran, kemudian dicari keadaan ideal atau harapannya. Setelah itu ditawarkan solusi dari permasalahan yang ada. Berikut beberapa contoh yang saya identifikasi sebagai tugas yang diberikan dalam perkuliahan Metodologi Penelitian Pendidikan oleh Ibu Dr. Heri Retnowati, M.Pd pada hari Selasa, 22 September 2015 di R.PPG 1 Laboratorium FMIPA UNY.

1.      Permasalahan 1
Perlu dikembangkannya Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
Realita
Harapan
Pembelajaran banyak didominasi oleh guru yang menyampaikan materi secara langsung
Perlu adanya media pembelajaran contohnya LKS untuk membantu siswa dalam belajar sehingga pembelajaran tidak membosankan
Belum banyak LKS yang dikembangkan sesuai dengan pendekatan yang dianjurkan dalam kurikulum
LKS dikembangkan dengan berbagai pendekatan yang dianjurkan oleh kurikulum untuk mendukung berhasilnya proses pembelajaran di kelas
LKS yang beredar di sekolah kebanyakan hanya berisi ringkasan rumus dan latihan soal
LKS memuat suatu bimbingan yang dapat membantu siswa untuk menemukan/ mengkonstruksi pengetahuannya
Beberapa sekolah masih minim teknologi sehingga tidak memungkinkan untuk menggunakan media interaktif yang menuntut penggunaan LCD dan lain sebagainya
Untuk menyikapi hal tersebut dapat dikembangkan media lain seperti LKS yang tidak menuntut teknologi tinggi
Solusi : Perlu dikembangkannya Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang disesuaikan dengan kurikulum dan karakteristik siswa sehingga dapat membantu siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya.

2.      Permasalahan 2
Pengaruh Adanya Program Sertifikasi Guru Terhadap Keprofesionalan Guru dalam Mengajar
Realita
Harapan
Banyak guru yang aspek finansialnya masih rendah
Guru mempunyai aspek finansial yang baik
Pelatihan yang ada selama ini terkesan hanya formalitas untuk memenuhi persyaratan sertifikasi
Pelatihan yang telah diadakan mampu meningkatkan kompetensi guru tidak hanya sekedar formaltias
Banyak guru bersertifikasi yang belum mempunyai kompetensi yang baik
Guru yang telah tersertifikasi mempunyai kompetensi yang lebih baik
Motivasi mengajar rendah
Motivasi mengajar tinggi
Guru berusaha memenuhi target mengajar 24 jam sebagai syarat sertifikasi, hingga terkadang mengesampingkan kualitas demi kuantitas
Guru mementingkan kualitas daripada kuantitas
Solusi : Dengan adanya sertifikasi diharapkan dapat meningkatkan sisi finansial guru sehingga guru lebih termotivasi dalam mengajar. Dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan. Apa yang telah menjadi prosedur atau persyaratan memperoleh sertifikasi tidak dilakukan hanya sebagai formalitas semata, namun dilakukan dengan sepenuh hati.

3.      Permasalahan 3
Pemilihan Pendekatan dalam Pembelajaran
Realita
Harapan
Matematika dianggap sebagai mata pelajaran yang abstrak
Pembelajaran matematika dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari
Paradigma siswa bahwa matematika adalah “momok” yang menakutkan
Matematika sebagai suatu kegiatan belajar yang menyenangkan
Prestasi matematika siswa rendah
Prestasi matematika siswa tinggi
Pendekatan pembelajaran tidak disesuaikan dengan karakteristik siswa
Pendekatan pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik siswa
Kemampuan guru dalam memilih pendekatan yang sesuai diterapkan dalam kelas rendah
Guru mempunyai kemampuan yang baik dalam melihat karakter siswa sehingga mudah dalam memilih pendekatan yang sesuai
Solusi : Pemilihan pendekatan yang digunakan dalam proses pembelajaran merupakan suatu hal yang penting. Pendekatan yang baik adalah pendekatan yang disesuaikan dengan karakteristik siswa dan karakteristik materi yang akan disampaikan. Oleh karena itu, guru sudah seharusnya mempunyai kompetensi yang baik sehingga mampu menentukan pendekatan secara tepat yang sesuai.




Minggu, 27 September 2015

Metodologi Penelitian Pendidikan: Empat Kompetensi Guru

Kompetensi Apa Saja yang Harus Dimiliki Guru?
Venti Indiani | 15709251057

Guru merupakan profesi yang berhubungan langsung dengan pengembangan SDM yang dalam hal ini peserta didik. Guru berinteraksi langsung dengan peserta didik dalam suatu proses pembelajaran di kelas. Untuk menghasilkan output yang berkualitas, maka guru dituntut untuk menguasai 4 kompetensi yang telah ditentukan oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, yaitu (1) kompetensi kepribadian, (2) kompetensi pedagodik, (3) kompetensi profesional, dan (4) kompetensi sosial. Keempat kompetensi ini terintegrasi dalam kinerja guru dan diyakini sangat berpengaruh pada peran guru selaku fasilitator, motivator, dan inspirator bagi peserta didik.



1.      Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, berakhlak mulia, berwibawa, serta menjadi teladan bagi peserta didik. Berikut kompetensi inti yang harus dimiliki oleh guru untuk memenuhi aspek kompetensi kepribadian:
·         Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia.
·         Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat.
·         Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.
·         Menunjukkan etos kerja, tanggungjawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri.
·         Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.

2.      Kompetensi Pedagodik
Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman guru terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki. Berikut kompetensi inti yang harus dimiliki oleh guru untuk memenuhi aspek kompetensi pedagogik:
·         Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual.
·         Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.
·         Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan yang diampu.
·         Menyelenggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik.
·   Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang mendidik.
·      Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.
·         Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.
·         Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.
·         Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.
·         Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.

3.      Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam. Kompetensi ini mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap stuktur dan metodologi keilmuannya. Berikut kompetensi inti yang harus dimiliki oleh guru untuk memenuhi aspek kompetensi profesional:
·        Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.
·         Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu.
·         Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif.
·         Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif.
·         Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan diri.

4.      Kompetensi Sosial
·   Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.
·  Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat.
·  Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya.
·         Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain.

Keempat kompetensi di atas bersifat kolaboratif dan integratif dalam kinerja guru. Dengan dikuasainya 4 kompetensi tersebut diharapkan guru mampu menjadi fasilitator yang baik bagi peserta didik sehingga dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

Minggu, 20 September 2015

Filsafat Ilmu: REFLEKSI 2


Sempurna dalam Ketidaksempurnaan
Venti Indiani | 15709251057
Pend.Matematika PPs UNY 2015

Tulisan ini terinspirasi oleh mata kuliah Filsafat Ilmu yang disampaikan oleh Prof. Dr Marsigit,MA pada kelas Pascasarjana Prodi Pendidikan Matematika pada hari Selasa tanggal 15 September 2015 pukul 11.10 – 12.50 WIB di Ruang Kuliah R.305B.
Objek filsafat terdiri atas dua yaitu yang ada dan yang mungkin ada. Masing-masing objek memiliki banyak sifat-sifat yang tidak akan mampu disebutkan seluruhnya satu per satu oleh manusia. Objek filsafat menjadi suatu yang subjektif karena bisa jadi menjadi ada bagi seseorang, namun menjadi yang mungkin ada bagi orang lain, begitu pun sebaliknya. Maka yang ada dan yang mungkin ada itu tergantung bagi siapa. Contohnya, tanggal lahir seseorang yang tak kamu kenal adalah sebagai sesuatu yang mungkin ada bagi kita. Namun tanggal tersebut adalah sesuatu yang ada bagi yang tahu. Maka ketika yang tahu memberi tahu kita tanggal lahir tersebut, sesuatu yang tadinya mungkin ada bagi kita menjadi sesuatu yang ada bagi kita.
Hakikat dari belajar jika dipandang dari sudut pandang filsafat adalah mengadakan yang tadinya belum ada bagi siswa menjadi ada. Maka jika berbicara mengenai filsafat, tidak masalah apapun metode, strategi, maupun pendekatan yang digunakan, karena hakekat apa itu belajar telah disebutkan sebelumnya yaitu mengadakan yang tidak ada bagi siswa menjadi ada bagi siswa. Manusia adalah makhluk Tuhan yang sangat halus. Dengan besarnya nikmat Tuhan pada kita sehingga untuk menerima informasi dari orang lain tidak harus menginputkan data seperti memasukkan data pada komputer. Tubuh kita tidak menunjukkan respon secara fisik ketika informasi masuk ke dalam diri kita. Bisa kita bayangkan misalnya ketika kita menerima informasi kemudian tubuh kita bergetar, pasti lah hidup menjadi cepat lelah. Bisa dibayangkan jika kita harus mencharger tubuh kita ketika kita drop. Pasti hidup akan menjadi sangat tidak nyaman. Maka dengan begitu sudah seharusnya dalam kondisi sempurna di dalam ketidaksempurnaan manusia lebih banyak bersyukur pada Sang Pencipta, karena manusia adalah sehalus-halusnya makhluk yang sempurna meski dalam ketidaksempurnaannya.




Minggu, 13 September 2015

Metodologi Penelitian Pendidikan: Problematika Pembelajaran Matematika

Problematika Pembelajaran Matematika

Setiap orang pasti mendambakan pendidikan yang ideal. Pendidikan yang ideal dimana setiap komponen yang berperan dalam pendidikan dapat menjalankan perannya dengan baik sehingga mampu menghasilkan output yang baik pula. Usaha untuk mencapai pendidikan yang ideal tersebut tentu saja tidak mudah. Berbagai problema seringkali ikut menghiasi perjalanan dalam mencapai keidealan tersebut. Nah, bagaimana permasalahan yang muncul dalam suatu pembelajaran di kelas utamanya pembelajaran mata pelajaran matematika? Tentu saja permasalahan yang timbul tidak hanya antara guru dan siswa saja, namun ada pihak lain yang juga mempunyai permasalahan, antara lain kepala sekolah, dinas pendidikan, dan juga orangtua. Berikut ini adalah hasil diskusi kuliah perdana mata kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan di kelas Pendidikan Matematika A, Pascasarjana UNY yang diampu oleh Dr. Heri Retnowati berupa poin-poin mengenai permasalahan yang dialami oleh pihak-pihak terkait:

A. Permasalahan yang dihadapi oleh guru
  1. Adanya perubahan kurikulum yang diberlakukan oleh pemerintah sehingga berimbas pada pembaharuan bahan ajar, proses pembelajaran, dan penilaian. Dengan adanya perubahan tersebut menuntut guru untuk lebih aktif dalam mencari informasi.
  2. Kepribadian (kompetensi) guru dalam pembelajaran sangat diperlukan. Kurikulum yang baru menuntut guru untuk lebih aktif dalam menyusun strategi pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya. Dalam hal ini kompetensi yang dimiliki guru menjadi sangat penting.
  3. Pemilihan pendekatan/metode pembelajaran.
  4. Adanya sertifikasi guru apakah meningkatkan kinerja? Pertanyaan semacam itu sering muncul setelah adanya program sertifikasi. Maka diharapkan program tersebut benar-benar dapat meningkatkan kompetensi guru.
  5.  Keadaan ekonomi guru mengajar bukan karena panggilan nurani, namun karena ekonomi semata
  6. Guru sulit mengubah sudut pandang siswa, bahwa matematika menyenangkan
  7. Guru mengejar target materi, tanpa memperhatikan pemahaman konsep
  8. RPP dianggap merepotkan, tidak sesuai dengan pelaksanaan pembelajaran di kelas
  9. Membangkitkan minat dan motivasi siswa
  10. Menyusun media pembelajaran
  11. Kurangnya pelatihan kompetensi guru
  12. Manajemen waktu pembelajaran
  13.  Karakteristik siswa
  14. Ketidaksiapan siswa dalam belajar
  15. Kegiatan non-akademik
B. Permasalahan yang dihadapi oleh siswa
  1. Kurangnya minat dan motivasi siswa
  2. Ketertarikan siswa terhadap guru
  3. Pembelajaran guru dianggap monoton
  4. Matematika dianggap sulit
  5. Siswa belum memahami materi prasyarat sehingga kesulitan memahami materi
  6. Pemahaman buku yang kurang, materi terlalu abstrak
  7. Penerapan waktu 5 hari kerja membuat siswa kurang konsentrasi
  8. Kemampuan siswa yang variatif sehingga yang kurang merasa minder
  9.  Fasilitas yang dimiliki siswa
C. Permasalahan yang dihadapi oleh Kepala Sekolah
  1. Kepala sekolah kurang memonitor, jadwalnya padat
  2. Beberapa kasus menunjukkan kurangnya kepala sekolah dalam kemampuan bersosialisasi
  3. Pengetahuan IT terbatas
  4. Beberapa kasus menunjukkan indikasi adanya hasil rekruitmen kepala sekolah karena kedekatan emosi
  5. Niat kepala sekolah karena ekonomi & status sosial
D. Permasalahan yang dihadapi oleh Dinas Pendidikan
  1. Pelatihan yang diselenggarakan dinas tidak merata
  2. Kurang monitoring, sekedar hanya melaksanakan tugas
  3. Pemerataan dana pendidikan
  4. Pelatihan kurang efektif baik tempat maupun waktu
  5. Dana pemerintah tidak 100% diterima, daya serap 100% tetapi tidak sesuai dengan pelaksanaan
E. Permasalahan yang dihadapi oleh Orangtua
  1. Biaya pendidikan yang relatif tinggi
  2. Tuntutan akan fasilitas
  3. Wawasan orangtua
  4. Tuntutan
  5. Komunikasi
  6. Keteladanan
  7. Orangtua kurang peka pada kebutuhan siswa
F. Lingkungan
  1. Sarana dan prasarana yang kurang memadai
  2. Suasana akademis
G. Matematika
  1. Konteks soal tidak sesuai dengan yang dihadapi siswa
  2. Ada materi dalam matematika yang susah untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari sehingga siswa merasa bahwa matematika tidak penting
  3. Kesusahan dalam memodelkan soal cerita
  4. Materi padat dan menghafal
  5. Matematika simbolik
  6. Konsep belum diketahui
H. Pembelajaran
  1. Pembelajaran Langsung atau ceramah
  2. Apersepsi
  3. Pembelajaran belum didukung media
  4. Pembelajaran belum didukung perangkat pembelajaran (RPP, buku ajar, LKS, modul, penilaian)

Dengan dilakukannya identifikasi permasalahan-permasalahan dalam pembelajaran matematika tersebut diharapkan kita dapat berupaya untuk meminimalisir permasalahan-permasalahan yang ada ketika nantinya kita benar-benar terjun dalam dunia pendidikan.