Menembus Ruang dan Waktu
Venti
Indiani | 15709251057
Assalmualaikum
warohmatullohi wabarokatuh
Berikut
merupakan refleksi dari pertemuan ke enam sesi kedua perkuliahan Filsafat Ilmu
oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A. hari Selasa, 20 Oktober 2015 pukul 11.10 - 12.50
WIB di R. 305B Gedung Lama Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta. Sesi kedua
berisi kegiatan tanya jawab antara mahasiswa dengan Prof. Dr. Marsigit, M.A dengan
tema “Menembus Ruang dan Waktu”. Berikut merupakan rangkuman dari sesi tanya
jawab:
Pertanyaan
pertama dikemukakan oleh Ibu Retno Kusuma Dewi.
”Terkait
dengan struktur batu yang menembus ruang dan waktu, diketahui bahwa struktur
batu itu terkait dengan 4 dimensi: material; normatif; formal dan spiritual. Mengapa dalam tes
filsafat menembus ruang dan waktu hal tersebut berbeda dengan pemahaman saya?”
Tanggapan
Prof. Dr. Marsigit, M.A.
Struktur
yang telah disebutkan tadi hanyalah salah satu struktur dari bermilyar-milyar
struktur yang tidak akan ada habisnya dari yang ada dan yang mungkin ada.
Struktur itu selain banyak juga beragam jenisnya. Misalnya siang dan malam
merupakan struktur dunia, yang sadar maupun tidak sadar kita tetap
mengalaminya. Atas dan bawah itu juga merupakan struktur, kiri dan kanan itu
juga struktur, jauh dan dekat itu pun merupakan struktur. Mengapa? Karena sejatinya
berfilsafat itu intensif (sedalam-dalamnya) dan ektensif
(seluas-luasnya). Maka sebenar-benarnya hidup yang terdiri dari milyaran
struktur baik dari satu sampai seribu dari indikator baik dan buruk maka kita
reduksi sebagai sebuah kesuksesan. Orang yang sukses dewasa ini misalnya
mahasiswa mempunyai leptop, punya handphone dan sebagainya. Kesuksesan dewasa
ini adalah anda yang lulus ujian maka kalau anda ingin sukses, bersopan dan
santunlah terhadap ruang dan waktu. Maka dari itu seimbangkanlah antara yang
diam dan tetap dengan menembus ruang dan waktu. Jaganlah terlalu khawatir dalam
menembus ruang dan waktu, jangankan manusia, jangankan binatang, jangankan
tumbuh-tumbuhan batu pun yang hanya diam di tempatnya dapat dan mampu menembus
ruang dan waktu. Yang jadi masalah dalam hidup ini adalah bagaimana kita punya
keterampilan dalam menembus ruang dan waktu. Tes menembus ruang dan waktu
sebagai contoh bahwa untuk menembus ruang dan waktu diperlukan pebendaharan
kata yang banyak. Sebenar-benar dunia itu adalah bahasa. Maka filsafat bahasa
atau filsafat analitik mengungkapkan bahwa dunia itu adalah kata-katamu maka
sebenar-benar kata-katamu itulah menunjukkan duniamu, maka berhati-hatilah
dalam berkata. Karena dunia di sisi spiritual, kata-kata adalah doa.
Kata-katamu menujukkan spiritualitasmu. Maka berhati-hati pula kalau marah.
Karena marah merupakan diterminis. Diterminis merupakan cara menembus ruang dan
waktu yang salah. Maka perjuangan hidup yang benar adalah menembus ruang dan
waktu secara bijaksana. Melalui tes menembus ruang dan waktu dapat memberikan
kita pemahaman dalam menembus ruang dan waktu dengan mengintensiskan
keterampilan. Seperti halnya batu, bilangan pun memiliki caranya tersendiri
dalam menembus ruang dan waktu, misalnya filsafatnya bilangan, ontologisnya
bilangan, abtraksinya bilangan, kepercayaannya bilangan, ragu-ragunya bilangan
dan sebagainya. Namun perlu diperhatikan bahwa memahami bilngan berbeda dengan
batu. Batu letaknya di luar pikiran sedangkan bilngan letaknya di dalam
pikiran. Batu dapat digunakan untuk mensimulasikan menembus ruang dan waktu dengan
caranya sendiri. Artinya berfilsafat itu bisa berangkat dari sebuah batu,
berangkat dari sebuah bilngan, berangkat dari sebuah manusia, dan seterusnya.
Maka dalam filsafat, membangun dunia diperlukan keterampilan menembus ruang dan
waktu. Agar dapat menembus ruang dan waktu dengan baik, sesuai dengan maksud
dan tujuan diperlukan perbendaharaan kata. Misalnya kepercayaan terletak antara
hubungan antara subjek dan objek, atau antara wadah dan isi. Hubungan maksudnya
menghubungkan antara yang di luar dan di dalam diri. Maka berfilsafat itu tidak
rumit, semua pertanyaan telah ada jawabannya dalam Blog Prof. Dr. Marsigit, M.A
melalui elegi-elegi yang ditulisnya. Namun memang diperlukan ketelatenan untuk
mampu mendalami maksud dari filsafat itu. Karena berfilsafat tidak seperti
"mencari kerikil di halaman" yang langsung ditemukan begitu saja. Sejatinya
fungsi tes bukanlah hanya menguji pemahaman tapi juga mengadakan yang mungkin
ada. Anda menyadari bahwa ternyata “aku belum mengerti” itu penting. Karena
sebenar-benar orang sombong adalah orang yang merasa mengerti padahal dia belum
mengerti. Itulah sebenar-benar musuh filsafat. Memerangi diri sendiri lebih
berat dari pada memerangi orang lain.
Pertanyaan
berikutnya dikemukakan oleh Sdri. Evvy Lucyana.
“Bagaimana
filsafat memandang sebuah kepercayaan. Misalkan saya punya teman tetapi saya
selalu tidak percaya terhadap teman saya itu.”
Tanggapan
Prof. Dr. Marsigit, M.A.
Percaya
itu ada diluar dan di dalam. Terdapat pada hubungan antara subjek dan objek.
Jika kamu sebagai subjeknya maka diluar dari dirimu itu adalah objeknya. Maka
percaya di dalam hati naik di pikiran. Di dalam pikiran turun ke hati. Maka
dalam berfilsafat mencari kepastian dan membuktikan kebenaran. Tetapi setelah
kamu mencari kepastian maka disitulah kamu tertangkap oleh ruang dan waktu yang
salah sebagai mitos. Kepercayaan sebagai mitos, kecuali kepercayaan itu sebagai
keyakinan di hatimu. Mitos artinya sebatas yang dipikirkan. Itulah sebabnya
filsafat membongkar kepastian itu dari pikiran ke hati sebagai fenomena yang
ada. Rene Desrcates bermimpi dan tidak mampu membedakan antara mimpi dan bukan
mimpi. Sampai meragukan semuanya. Sampai keyakinannya pun diragukan. Siapa yang
bisa menjamin ini bukan mimpi. Karena di dalam mimpi ada siang dan malam.
Satu-satunya kepastian yang tidak bisa dibantah adalah “aku sedang bertanya”. Bertanya
berarti sedang berpikir. Maka aku ada karena aku berpikir. Aku ada karena aku
berkarya.
Demikian
merupakan refleksi dari sesi tanya jawab perkuliahan filsafat ilmu pertemuan ke
enam. Semoga dapat menambah khasanah keilmuan kita. Terimakasih.
Wassalamualaikum
warohmatullohi wabarokatuh