Senin, 26 Oktober 2015

Filsafat Ilmu: REFLEKSI 8 Menembus Ruang dan Waktu

Menembus Ruang dan Waktu
Venti Indiani | 15709251057


Assalmualaikum warohmatullohi wabarokatuh
Berikut merupakan refleksi dari pertemuan ke enam sesi kedua perkuliahan Filsafat Ilmu oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A. hari Selasa, 20 Oktober 2015 pukul 11.10 - 12.50 WIB di R. 305B Gedung Lama Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta. Sesi kedua berisi kegiatan tanya jawab antara mahasiswa dengan Prof. Dr. Marsigit, M.A dengan tema “Menembus Ruang dan Waktu”. Berikut merupakan rangkuman dari sesi tanya jawab:


Pertanyaan pertama dikemukakan oleh Ibu Retno Kusuma Dewi.
”Terkait dengan struktur batu yang menembus ruang dan waktu, diketahui bahwa struktur batu itu terkait dengan 4 dimensi: material; normatif;  formal dan spiritual. Mengapa dalam tes filsafat menembus ruang dan waktu hal tersebut berbeda dengan pemahaman saya?”

Tanggapan Prof. Dr. Marsigit, M.A.
Struktur yang telah disebutkan tadi hanyalah salah satu struktur dari bermilyar-milyar struktur yang tidak akan ada habisnya dari yang ada dan yang mungkin ada. Struktur itu selain banyak juga beragam jenisnya. Misalnya siang dan malam merupakan struktur dunia, yang sadar maupun tidak sadar kita tetap mengalaminya. Atas dan bawah itu juga merupakan struktur, kiri dan kanan itu juga struktur, jauh dan dekat itu pun merupakan struktur. Mengapa? Karena sejatinya berfilsafat itu  intensif (sedalam-dalamnya) dan ektensif (seluas-luasnya). Maka sebenar-benarnya hidup yang terdiri dari milyaran struktur baik dari satu sampai seribu dari indikator baik dan buruk maka kita reduksi sebagai sebuah kesuksesan. Orang yang sukses dewasa ini misalnya mahasiswa mempunyai leptop, punya handphone dan sebagainya. Kesuksesan dewasa ini adalah anda yang lulus ujian maka kalau anda ingin sukses, bersopan dan santunlah terhadap ruang dan waktu. Maka dari itu seimbangkanlah antara yang diam dan tetap dengan menembus ruang dan waktu. Jaganlah terlalu khawatir dalam menembus ruang dan waktu, jangankan manusia, jangankan binatang, jangankan tumbuh-tumbuhan batu pun yang hanya diam di tempatnya dapat dan mampu menembus ruang dan waktu. Yang jadi masalah dalam hidup ini adalah bagaimana kita punya keterampilan dalam menembus ruang dan waktu. Tes menembus ruang dan waktu sebagai contoh bahwa untuk menembus ruang dan waktu diperlukan pebendaharan kata yang banyak. Sebenar-benar dunia itu adalah bahasa. Maka filsafat bahasa atau filsafat analitik mengungkapkan bahwa dunia itu adalah kata-katamu maka sebenar-benar kata-katamu itulah menunjukkan duniamu, maka berhati-hatilah dalam berkata. Karena dunia di sisi spiritual, kata-kata adalah doa. Kata-katamu menujukkan spiritualitasmu. Maka berhati-hati pula kalau marah. Karena marah merupakan diterminis. Diterminis merupakan cara menembus ruang dan waktu yang salah. Maka perjuangan hidup yang benar adalah menembus ruang dan waktu secara bijaksana. Melalui tes menembus ruang dan waktu dapat memberikan kita pemahaman dalam menembus ruang dan waktu dengan mengintensiskan keterampilan. Seperti halnya batu, bilangan pun memiliki caranya tersendiri dalam menembus ruang dan waktu, misalnya filsafatnya bilangan, ontologisnya bilangan, abtraksinya bilangan, kepercayaannya bilangan, ragu-ragunya bilangan dan sebagainya. Namun perlu diperhatikan bahwa memahami bilngan berbeda dengan batu. Batu letaknya di luar pikiran sedangkan bilngan letaknya di dalam pikiran. Batu dapat digunakan untuk mensimulasikan menembus ruang dan waktu dengan caranya sendiri. Artinya berfilsafat itu bisa berangkat dari sebuah batu, berangkat dari sebuah bilngan, berangkat dari sebuah manusia, dan seterusnya. Maka dalam filsafat, membangun dunia diperlukan keterampilan menembus ruang dan waktu. Agar dapat menembus ruang dan waktu dengan baik, sesuai dengan maksud dan tujuan diperlukan perbendaharaan kata. Misalnya kepercayaan terletak antara hubungan antara subjek dan objek, atau antara wadah dan isi. Hubungan maksudnya menghubungkan antara yang di luar dan di dalam diri. Maka berfilsafat itu tidak rumit, semua pertanyaan telah ada jawabannya dalam Blog Prof. Dr. Marsigit, M.A melalui elegi-elegi yang ditulisnya. Namun memang diperlukan ketelatenan untuk mampu mendalami maksud dari filsafat itu. Karena berfilsafat tidak seperti "mencari kerikil di halaman" yang langsung ditemukan begitu saja. Sejatinya fungsi tes bukanlah hanya menguji pemahaman tapi juga mengadakan yang mungkin ada. Anda menyadari bahwa ternyata “aku belum mengerti” itu penting. Karena sebenar-benar orang sombong adalah orang yang merasa mengerti padahal dia belum mengerti. Itulah sebenar-benar musuh filsafat. Memerangi diri sendiri lebih berat dari pada memerangi orang lain.


Pertanyaan berikutnya dikemukakan oleh Sdri. Evvy Lucyana.
“Bagaimana filsafat memandang sebuah kepercayaan. Misalkan saya punya teman tetapi saya selalu tidak percaya terhadap teman saya itu.”

Tanggapan Prof. Dr. Marsigit, M.A.
Percaya itu ada diluar dan di dalam. Terdapat pada hubungan antara subjek dan objek. Jika kamu sebagai subjeknya maka diluar dari dirimu itu adalah objeknya. Maka percaya di dalam hati naik di pikiran. Di dalam pikiran turun ke hati. Maka dalam berfilsafat mencari kepastian dan membuktikan kebenaran. Tetapi setelah kamu mencari kepastian maka disitulah kamu tertangkap oleh ruang dan waktu yang salah sebagai mitos. Kepercayaan sebagai mitos, kecuali kepercayaan itu sebagai keyakinan di hatimu. Mitos artinya sebatas yang dipikirkan. Itulah sebabnya filsafat membongkar kepastian itu dari pikiran ke hati sebagai fenomena yang ada. Rene Desrcates bermimpi dan tidak mampu membedakan antara mimpi dan bukan mimpi. Sampai meragukan semuanya. Sampai keyakinannya pun diragukan. Siapa yang bisa menjamin ini bukan mimpi. Karena di dalam mimpi ada siang dan malam. Satu-satunya kepastian yang tidak bisa dibantah adalah “aku sedang bertanya”. Bertanya berarti sedang berpikir. Maka aku ada karena aku berpikir. Aku ada karena aku berkarya.


Demikian merupakan refleksi dari sesi tanya jawab perkuliahan filsafat ilmu pertemuan ke enam. Semoga dapat menambah khasanah keilmuan kita. Terimakasih.

Wassalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh


Tidak ada komentar:

Posting Komentar