Seharusnya malam ini tugas saya
menyusun teknik analisis data untuk tugas mata kuliah metodologi penelitian
pendidikan. Namun entah kenapa saya sedikit merasakan kembali euforia ketika
wisuda Juni 2015 kemarin setelah melihat beberapa teman yang memposting foto
pelepasan wisuda menjelang wisuda esok hari. Akhirnya saya putuskan untuk
menulis ini. Sekedar curhat, dan maaf jika terlalu emosional.
Wisuda. Tadinya saya rasa wisuda
tidaklah sebegitu keren untuk dibahas. Apalah
arti wisuda jika setelah wisuda saya masih bingung mau ngapain atau kerja
dimana dan lain sebagainya. Sampai-sampai jujur, beberapa bulan setelah
wisuda pun saya ngga berani memposting foto wisuda saya. Kenapa? Ya, saya
terbebani dengan opini orang. Apa yang akan saya jawab ketika mereka bertanya
target kamu selanjutnya apa? Mau kerja dimana? Atau mau nikah? Aduuuh, saya
termasuk orang yang sedikit anti untuk berkoar-koar mengenai rencana hidup
saya. Hehe. Meskipun saat itu saya memang sudah berencana untuk melanjutkan
studi saya. Namun, mendaftar program pasca tidak secepat itu dinyatakan
diterima. Harus ada serangkaian prosedur dan itu berbulan-bulan. Dan saat itu
kondisi saya setelah wisuda tidak bekerja dan belum ada kepastian apakah saya
diterima di program pasca atau tidak. Ya, pada intinya saya tidak memposting
hari bahagia saya karena ketakutan akan pertanyaan yang saya duga akan mengalir
deras. Hehe.
Namun tadi pagi, salah satu teman
saya yang akan diwisuda besok datang ke kost saya. Dia tampak bahagia sekali. “Beb,
Ya Allah akhirnya besok aku diwisuda” dengan gaya kegirangan. Ngga tau kenapa
dari tadi pagi saya kepikiran tentang wisuda. Menjadi wisudawan tentu impian
setiap mahasiswa. Tapi kenapa saat itu saya merasa, ah biasa saja. Apakah mungkin
karena saya diberikan kemudahan untuk lulus lebih cepat dari teman-teman
sehingga saya menganggap itu hal biasa. Jika itu benih sombong, Ya Allah
astagfirullohaladzim, mohon ampun Ya Allah. Tapi semoga tidak, karena kembali
di awal, rasanya tidak begitu membanggakan bagi saya ketika lulus tapi belum
jelas mau seperti apa setelahnya. Daaaan setelah pertemuan saya dengan teman
saya tadi, saya sedikit tersadar. Mau kamu
udah kerja sebelum wisuda, mau kamu uda dapet beasiswa sebelum lulus, wisuda
tetaplah salah satu prosesi sakral yang akan terjadi sekali seumur hidup
(selama S1). Ada kebahagiaan mendalam disana karena kamu berhasil melewati
masa-masa mulai tidak mengenal kalkulus dan harus belajar aljabar, aljabar
abstrak, analisis real, statistika lanjut, dan teman-temannya. Ada kebahagiaan
disana ketika kamu akhirnya bisa melewati masa tangismu karena ngga tau
analisis real itu apa. Ada kebahagiaan disana ketika kamu akhirnya bisa
melewati masa tangismu karena ngga bisa
ngerjain soal ujian. Dan satu hal yang paling membahagiakan ketika melihat
Bapak dan Ibu tersenyum di deretan bangku wali mahasiswa melihat anaknya
akhirnya lulus.
Foto di atas saya
temukan tadi sore di dalam folder foto pada saat saya wisuda. Entah foto itu
diambil saat momen apa. Tapi melihat foto itu tadi saya sempat rada mau nangis.
Hehe maklumlah saya mungkin orang paling gampang nangis kalau membahas masalah
orang tua. Yang di belakang saya itu Bapak dan Ibu saya. Ngga tau kenapa saya
seneng banget dengan foto itu. Rasanya foto itu menggambarkan posisi saya. Saya
di depan karena dorongan dan support Bapak dan Ibu di belakang saya. Artinya saya
mau sehebat apapun, tentu lebih hebat Bapak dan Ibu saya. Saya bersyukur
dititipkan Allah kepada beliau untuk menjaga dan mendidik saya. Mereka yang
rela bekerja ngga kenal lelah untuk memberikan kehidupan dan pendidikan yang
layak bagi saya dan kedua adik saya. Saya teringat ketika skripsi saya belum
rampung, Ibu sudah menyuruh saya menjait kebaya. Katanya biar jadi motivasi
buat saya biar segera lulus. Ketika saya masih sibuk bimbingan skripsi, Ibu
sudah mempersiapkan kebaya buat saya, dan baju untuk adik-adik saya. Ibu begitu
bersemangat merancang kebaya yang akan saya pakai. Kalau teman-teman liat
kebaya saya, itu hasil rancangan Ibu. Dan saya nyaman pakainya. Adik-adik saya
rela bolos sekolah karena Ibu yang bilang kalau it will only happens once selama saya kuliah di program sarjana.
Bapak saya yang sebenarnya orangnya ngga sabaran rela nunggu panas-panasan dan
lama karena selepas wisuda saya harus bertemu teman-teman yang udah
menyempatkan datang di wisuda saya. Point lain yang saya rasakan dan sadari
sekarang adalah dimana momen wisuda itu menunjukkan betapa banyaknya
orang-orang yang sayang dan peduli dengan kamu ternyata. Anw sebenarnya saat
saya wisuda saya habis patah hati hehehe. Tapi rasanya sakit karena patah hatinya
hilang karena sadar bahwa ternyata ada banyak orang yang sayang sama kita. Kaya
lagunya Melly Goeslaw, ternyata tanpamu langit masih biru. Hehe. Jadi mungkin
yang merasa ngga punya “pendamping” buat wisuda. Santai saja lah gaes. Ngga akan
mengurangi kebahagiaanmu J
Anw, selamat
untuk teman-teman yang akan diwisuda besok. Semoga keberkahan selalu menyertai
kalian. Dan doakan saya agar tahun depan bisa diwisuda lagi. Amiin JJ
kok sama!! mulai dari lulus yg euforianya ga seheboh temen yg lain, dr pengorbanan bapak, ibu yg juga ribet kebaya, bapak juga malah udah pesen jait jas sejak seminar skripsi. Di sosial media aku nggak aplud sama sekali foto wisudaku, baru 4 bulanan setelah itu kalo ga salah, di periode wisuda selanjutnya baru aplud foto pake toga di fb. baru deh temen" sosmed pada tau kalo uda lulus. dan yang sama lagi... patah hatinya sama! sblm wisuda juga... hikz. tapi tetep. wisuda bahagianya masyaAllah bersyukur tiada kira
BalasHapusHahaha (patah hatinya sama) semoga wisuda mendatang ada pendamping wisuda yang sekaligus jadi pendamping hidup yaaak \m/
Hapus