FILSAFAT DUNIA
Venti Indiani | 15709251057
Berikut merupakan refleksi dari
pertemuan ke delapan perkuliahan Filsafat Ilmu oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A.
hari Selasa, 10 November 2015 pukul 11.10 - 12.50 WIB di R. 305B Gedung Lama
Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta. Pada perkuliahan yang diampu oleh Prof.
Dr. Marsigit, M.A ini disampaikan materi dengan tema “Filsafat Dunia”.
Sebelum memulai perkuliahan,
Prof. Dr. Marsigit menyampaikan kepada seluruh mahasiswa agar tidak lalai untuk
membaca elegi yang telah beliau post di blog dan kemudian membuat komentar
dengan ikhlas. Selain itu beliau juga menyampaikan bahwa setiap menuliskan
pendapat seseorang maka harus menuliskan sumbernya agar tidak tergolong
plagiarisme.
Nah setelah itu beliau
menyampaikan materi utama. Berikut merupakan materi yang disampaikan beliau.
Objek dalam filsafat adalah yang
ada dan yang mungkin ada. Akan tetapi setiap yang ada dan mungkin ada memiliki
takhingga banyak dan tidak ada yang dapat menyebutkannya semua sebab manusia
memiliki keterbatasan dan jika manusia bisa menyebutkannya maka ini pertanda
tidak hidup. Selanjutnya dalam proses memikirkan yang ada dan mungkin ada maka
manusia menggunakan reduksi sehingga dikenal filsafat aliran reduksionisme,
pada dasarnya manusia sebagai reduksifis dan ketika lahirpun manusia berasal
reduksi yang dipilih langsung oleh Tuhan. Hasil reduksi dari apa yang kita
pikirkan tergantung pada apa yang hendak kita bangun, misalkan membangun rumah
tangga, ilmu dan lain sebagainya. Maka
pada kesempatan ini beliau mencoba memilih suatu topik yang terdiri atas tesis
dan anti tesis, yang satu bersifat tetap dan satu bersifat berubah. Yang tetap
itu separuh dari dunia ini dengan tokohnya Permenides,
maka dikenal filsafatnya yaitu Permenidenism.
Sedangkan yang separuhnya lagi bersifat
berubah dengan tokoh Heraklitos
dengan nama aliran Heraklitosism.
Selain itu jika kita melihat manusia dari sisi yang berbeda maka manusia itu
sangat sempurna dan sisi lain sebagai mahluk yang terbatas. Kesempurnaan
tersebut berdimensi, misalkan “ayam itu lebih sempurna dibandingkan cacing,
dsb”. Melanjutkan pembahasan awal tentang bersifat tetap dab berubah beliau
mengatakan bahwa habitat dari yang tetap
didalam pikiran dan yang berubah diluar pikiran. Yang didalam pikiran bersifat
absolut/ideal maka dikenal sebuah aliran filsafat absolutisme atau idealisme
dengan tokohnya adalah Plato dengan
namanya Platonisme dan yang diluar
pikiran bersifat real/nyata maka ada
aliran filsafat bernama Realisme
dengan tokoh bernama Aristoteles. Yang
dibawah dari tetap dan berubah yaitu relatif dengan aliran Relativisme dengan Enstein
sebagai tokohnya. Jadi pada bagian yang
lain bersifat identik (identitas) dimana I = I, sedangkan pada relatif bersifat
I tidak sama dengan I (bersifat kontradikti) sebab I yang pertama dengan I yang
kedua memiliki ruang dan waktu yang berbeda oleh karena itu dikatakan sebagai
peduli atas ruang dan waktu.
Bagian berubah yang selanjutnya
adalah dunia presepsi, presepsi menggunakan panca indra untuk menandakan
sesuatu ada dengan pembuktian pembenaranya dikatakan korespondensi dikenal
dengan aliran korespondensionisme. Sedangkan pada bagian yang tetap lebih
menekankan pada kekonsistenan. Menurut paham ini, pikiran itu bisa menjadi ilmu
jika konsisten, walaupun pikiran itu tidak bermakna. Sebagai contoh yaitu
proses pembuktian dalam matematika yang mementingkan kekonsistenan, misalkan A
x B = AB. Melanjutkan pembahasan tentang dunia presepsi yang biasa disebut juga
dunia yang konkrit dan disisi lain abstrak. Didalam dunia filsafat antara yang
konkret dan real itu berbeda. Konkret anti tesisnya abstrak sedangkan real anti
tesisnya absolut.
Sintetik itu ada beberapa perkara
yaitu saling terhubung, sebab-akibat (causalitas), dan dunia presepsi. Dikarena
sifat ini maka dapat menghasilkan sifat berikutnya yaitu untuk analitik
bersifat a priori. A priori memiliki arti yaitu sesuatu yang ada dalam pikiran
sehingga antara ide yang satu dengan ide yang satu saling berhubungan, walaupun
wujudnya tidak ada. Seperti doktor yang memberikan resep obat kepada pasiennya
hanya sekedar mendiagnosa dengan bertanya dan mendapatkan jawan resep apa yang
tepat dengam menghubungkan pikirannya saja, inilah yang dinamakan Analitik A
Priori. Sedangkan untuk sintetik bersifat a posteriori. A posteriori memiliki
arti sesuatu yang ada diluar pikiran dan diketahui setelah dilihat, dirasakan,
dsb. Sebagai contoh seorang dokter hewan untuk mendeteksi penyakit hewan maka
tidak cukup dengan mendiagnosis saja tetapi harus melihat, memeriksa secara
langsung dan kemudian tahu apa penyakitnya dan obat yang cocok dengan penyakit
tersebut. Oleh karena itu muncullah istilah Sintetik A Posteriori. Akibat dari
kedua sifat analitik a priori ini maka lahirlah aliran Rasionalisme dengan tokoh Rene
Deskrates. Sedangkan pada sintetik a posteriori lahirlah aliran Emperisme dengan tokoh David Hume. Jadi pada bagian ini,
terjadi pembagian dunia yaitu disatu sisi rasionalisme dan disisi lain emperisme.
Kedua paham ini selama seabad lebih saling bersaing dan menujukan kebenaran
masing-masing serta mempertahankan prespsi masing-masing. Akibat dari
persaingan ini maka lahirlah seorong tokoh filsuf yang menjadi penengah yaitu
Immanuel Kant (1671). Immanuel Kant, mengatakan bahwa antara rasionalisme dan
emperisme benar, akan tetapi masing-masing meiliki kekurangan. Maka sesungguhnya
Immanuel Kant menuliskan dalam bukunya berjudul The
Critic of Purism menyimpulkan bahwa antara pikiran/rasional harus saling
bersinergis dengan emperis maka lahirlah yang dinamakan Sintetis A Priori. Sintetik berarti cobalah dan a priori artinya
pikirkanlah, maka sebenar-benar filsafat ilmu adalah pikirkan pengalamanmu, dan
kerakanlah pikiranmu itu. Jadi konsdisi seperti ini bersifat fprmal maka
lahirlah Formalism dengan tokoh Hilbert, bersifat logis maka lahir
aliran Logisisme dengan tokoh Ultran Traso. Kedua sifat ini jika
dinaikan maka akan menjadi trasendent atau dikenal dengan trasendentalinisme
(diluar jangkauan pikiran), “sebenar-benar ayam adalah trasendet bagi cacing,
sebab cacing tidak mengetahui apa-apa tentang ayam”, selain itu “diri kita
adalah trasendet bagi adik kita, sebab adik kita tidak pernah tahu semua apa
yang kita pikirkan”. Maka para dewa itu adalah trasendent bagi para daksa,
pemimpin adalah trasendent bagi yang dipimpinnya, subjek adalah trasendent bagi
objeknya, dan seterusnya.
Identitas bersifat tunggal dan
kebenarannya hanya satu, sebagai contoh dalil phytagoras hanya satu, tidak
tergantung pada ruang dan waktu. Akan tetapi, yang maha tunggal adalah Tuhan
yang merupakan ranah spritual. maka lahirlah paham tentang tunggal yaitu
monisme (maha tunggal), maksudnya adalah keseluruhannya itu adalah kuasa Tuhan.
Ini sangat mudah kita pahami, sebab ini kemistri dengan dunia kita. Pada
dasarnya dunia ini berdimensi, yang terdiri atas 4 dimensi yaitu material,
formalitas, normatif dan spritual. Struktur dimensi ini sangat cocok dengan
negara Indonesia, tetapi dengan segala macam pernak-perniknya diantara zaman
tetap dan berubah sebenarnya muncul zaman kegelapan. Zaman kegelapan ketika
gereja memiliki peranan penting dalam segala pembenaran. Sebagai contoh teori
tentang galiosentris (bumi sebagai pusat tata surya) ini adalah pembenaran yang
dikemukakan oleh gereja dan tidak ada satu pun yang bisa membatahnya dan setiap
yang membantahnya akan dihukum mati.
Akan tetapi, teori ini mulai tergerus oleh saitifik yang mengatakan
sesungguhnya bukan bumi sebagai pusat tata surya, akan tetapi matahari atau
lebih dikenal dengan galiosentris. Haliosentris
diperkenalkan pertama kali oleh Copernicus,
dia secara diam menyelidiki dan menuliskan temuannya, tetapi temuanya ini
disembunyikan akibat adikuasa gereja dimasa itu. Bumi pada dasarnya bergerak
pada lintasannya dan selalu bergerak dan bergeser sehingga tidak mungkin dapat
melewati suatu lintasan yang sama. Dari keadaan ini maka muncullah rasionalis
dan emperis tersebut.
Suatu era baru yang diperkenalkan
oleh Auguste Comte dengan alirannya
yaitu Positivisme. Comte memahami
bahwa sumber dari segala sumber kehidupan berangkat dari sikap positif. Positivisme
lahir akibat kritik terhadap aliran emperis dan rasionalisme. Menurut Comte,
yang berguna itu hanya apa yang dibutuhkan saja, maka untuk membagun dunia
tidak bisa menggunakan spritual sebab spritual itu tidak logis sedangkan
membangun dunia itu harus logis maka dimensi spritual diletakan pada bagian
bawah dan paling atas sebagai paham positifsme (saintifik). Saintifik inilah
benang merah dari Kurikulum 2013 yang sebenarnya berakar pada pemikiran dimana
agama dimarjinalkan, maka ini adalah suatu kondisi yang miris terjadi dinegeri
ini yang mulai tergerus oleh fenomena Comte yang diberdayakan oleh negara-negara
barat, yang menunjukan negara indonesia semakin lemah dalam percaturan dunia
saat ini yang dianalogikan seperti anak ayam yang kehilangan arah dalam
sangkarnya sendiri. Kondisi inilah yang menyebabkan karakter negara indonesia
yang menjadikan spritual menjadi dimensi teratas berubah menjadi dimensi
saintifik (IPTEK). IPTEK, tanpa kita sadari menjerumuskan diri kita dalam
pengguna aliran positivisme tersebut,
yang mutlak tidak bisa dihindari dizaman industri saat ini dengan penguasa
tertinggi yaitu negara-negara seperti amerika serikat, rusia dan cina sebagai
pemegang kendali, yang dikenal dengan industrialisasi dunia barat. Kondisi ini
tanpa kita sadari melahirkan suatu struktur kehidupan dunia mulai dari arkaek,
tribal, tradisional, feodal, modern, post modern, post post modern dan powernow
atau kontemporer. Pada keadaan seperti ini Indonesia berada pada kondisi yang
terjepit oleh kekuatan powernow yang adidaya,
dimana seperti yang kita ketahui bahwa falsafah negara Indonesia adalah sprtual
dan budaya menjadi yang utama, akan tetapi barat mengatakan bahwa logikalah
segala-galanya, dengan ilmu sperti matematika murni, biologi murni, kimia
murni, dsb sebagai dasarnya sehingga dapat melahirkan teknologi serta ilmu-ilmu
yang bermanfaat bagi kehidupan ini. Ini sebenarnya mengapa belanda gagal
menjajah indonesia, sebab pada saat yang sama belanda sudah sedikit demi
sedikit melepaskan spritual menuju powernow. Paham ini di dukung oleh
aliran-aliran yang terdiri atas pragmatisme, hedonisme, behaverionisme,
utilitarianisme, materialsme dan liberalisme, dimana kesemua aliran ini
mementingkan kebermanfaatan. Akan tetapi, kooptasi dunia barat yang merupakan
implementasi kesemua aliran ini dalam kehidupan bermasyarakat tidak bisa
dihindari, hal ini bisa dilihat dalam keadaan real masyarakat didunia pada
umumnya dan indonesia pada khususnya penggunaan
HP, Android,internet, dsb menjadi
hal wajib yang tidak lain dan tidak bukan
merupakan produk dari aliran-aliran tersebut. Oleh karena itu, setinggi-tingginya kita
berkomitmen untuk tidak menggunakan aliran positivisme maka tidak akan pernah
mampu melaksanakannya, sebab pengaruh aliran ini sudah menyelimuti seluruh
lapisan kehidupan tanpa terkecuali.
Setiap hari kita tidak terlepas dari
fenomen Comte. Ketika kita belajar filsafatpun tidak bisa terhindar dari
pengaruh tersebut, posisi kita seperti ikan kecil dalam kolam yang
terkontaminasi limbah atau zat kimia, sehingga menyebabkan banyak ikan yang
mati. Hal ini, menganalogikan bagaimana keadaan manusia saat ini yang sudah
terkontaminasi oleh fenomena Comte sehingga kita yang masih hidup tetapi
dianggap mati. Seorang sufi mengatakan bahwa dari sekian banyak manusia hanya
beberapa yang masih hidup, Mengapa demikian? Sebab sebenar-benarnya hidup adalah
mereka yang selalu berdoa, sedangkan para filsuf mengatakan seseorang itu hidup
apabila mereka terus berpikir. Jadi
hidup itu apabila menghadapi segala tantang dunia dan kooptasi dunia barat
dengan penuh keyakinan, tetap dengan keyakinan yang dimiliki serta mengunakan
pengetahuan dan pikirannya serta mampu membedakan mana yang baik dan mana yang
buruk sehingga sampai pada tujuan akhir dari hidup ini yaitu menggapai Sang Khalik
dan menghindarkan diri kita dari fenomena Comte yang lebih memilih dunia
dibandingkan akhirat.
Solusi untuk menghindarkan
kontaminasi Comte untuk dunia timur yaitu dengan menjadikan spritual sebagai
pengontrol segalanya, ada baiknya kita mengingat pepatah “berdoalah seakan
engkau akan mati besok, serta berusahalah seakan-akan engkau hidup 1000 tahun
lagi”.
Kembali berbicara tentang Kurikulum
2013, metode saintifik merupakan bagian dari fenomena Comte yang posisinya
tajam kebawah. Hal inilah yang mengindikasikan Indonesia telah terkontaminasi
oleh fenomena tersebut. Jika saintifik menjadi jargon untuk membagun Indonesia
maka tinggal menunggu waktu kapan Indonesia akan meninggalkan nilai-nilai
spritual. Maka untuk menanggulangi kondisi tersebut maka perlu menggunakan
metode baru yaitu metode gotong royong, dimana terjadi interaksi antara peserta
didik dengan pendidiknya. Aainifik itu hanya 1/3 dunia, yang dalam proses
pengembanganya tidak saintifik tetapi mengklaim sebagai pengunna pendekatan
saintifik dan hanya didasarkan pada ego dan kepentingan kelompok semata. Secara
fundamental pedekatan saintifik memiliki sisi baik dan buruk, dimana seperti kita
ketahui bersama bahwa ada 5M dalam saintifik yaitu mengamati, menanya,
mengasosiasi, mencoba, mengkomunikasi. Pada aspek menanya tidak memiliki makna
apapun dan menjadi pertanyaan adalah apa
yang harus dipertanyakan? Apabila kita
membaca tentang saintifik yang sebenarnya maka menanya merupukan pelintiran
dari hipotesis, maka sesungguhnya bukan menanya tetapi hipotesis. Jika kita
melihat dari August Comte, saintifik tersebut terbagi menjadi 4 yang salah satunya
adalah history. Akan tetapi pada negara kita kata ini diganti dengan
mengkomunikasikan. Jika kita berpikir bahwa pendidikan harus dihistorikan maka
ini diluar ranahnya tetapi merupakan ranah dari humaniora. Inilah sebenar-benarnya
akibat dari dampak PowerNow yang bertujuan untuk mengeskploitasi alam Indonesia.
Demikian merupakan refleksi
perkuliahan Filsafat Ilmu yang disampaikan oleh Prof. Dr. Marsigit, MA mengenai
filsafat dunia. Semoga dengan membaca dan memahami dapat menambah khasanah
keilmuan kita. Amin.
Wassalamualaikum wr. wb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar