Sabtu, 21 November 2015

Refleksi 11: Filsafat Dunia

FILSAFAT DUNIA
Venti Indiani | 15709251057

Berikut merupakan refleksi dari pertemuan ke delapan perkuliahan Filsafat Ilmu oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A. hari Selasa, 10 November 2015 pukul 11.10 - 12.50 WIB di R. 305B Gedung Lama Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta. Pada perkuliahan yang diampu oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A ini disampaikan materi dengan tema “Filsafat Dunia”.
Sebelum memulai perkuliahan, Prof. Dr. Marsigit menyampaikan kepada seluruh mahasiswa agar tidak lalai untuk membaca elegi yang telah beliau post di blog dan kemudian membuat komentar dengan ikhlas. Selain itu beliau juga menyampaikan bahwa setiap menuliskan pendapat seseorang maka harus menuliskan sumbernya agar tidak tergolong plagiarisme.
Nah setelah itu beliau menyampaikan materi utama. Berikut merupakan materi yang disampaikan beliau.



Objek dalam filsafat adalah yang ada dan yang mungkin ada. Akan tetapi setiap yang ada dan mungkin ada memiliki takhingga banyak dan tidak ada yang dapat menyebutkannya semua sebab manusia memiliki keterbatasan dan jika manusia bisa menyebutkannya maka ini pertanda tidak hidup. Selanjutnya dalam proses memikirkan yang ada dan mungkin ada maka manusia menggunakan reduksi sehingga dikenal filsafat aliran reduksionisme, pada dasarnya manusia sebagai reduksifis dan ketika lahirpun manusia berasal reduksi yang dipilih langsung oleh Tuhan. Hasil reduksi dari apa yang kita pikirkan tergantung pada apa yang hendak kita bangun, misalkan membangun rumah tangga, ilmu  dan lain sebagainya. Maka pada kesempatan ini beliau mencoba memilih suatu topik yang terdiri atas tesis dan anti tesis, yang satu bersifat tetap dan satu bersifat berubah. Yang tetap itu separuh dari dunia ini dengan tokohnya Permenides, maka dikenal filsafatnya yaitu Permenidenism. Sedangkan yang separuhnya lagi bersifat  berubah dengan tokoh Heraklitos dengan nama aliran Heraklitosism. Selain itu jika kita melihat manusia dari sisi yang berbeda maka manusia itu sangat sempurna dan sisi lain sebagai mahluk yang terbatas. Kesempurnaan tersebut berdimensi, misalkan “ayam itu lebih sempurna dibandingkan cacing, dsb”. Melanjutkan pembahasan awal tentang bersifat tetap dab berubah beliau mengatakan bahwa  habitat dari yang tetap didalam pikiran dan yang berubah diluar pikiran. Yang didalam pikiran bersifat absolut/ideal maka dikenal sebuah aliran filsafat absolutisme atau idealisme dengan tokohnya adalah Plato dengan namanya Platonisme dan yang diluar pikiran bersifat  real/nyata maka ada aliran filsafat bernama Realisme dengan tokoh bernama Aristoteles. Yang dibawah dari tetap dan berubah yaitu relatif dengan aliran Relativisme dengan Enstein sebagai tokohnya. Jadi  pada bagian yang lain bersifat identik (identitas) dimana I = I, sedangkan pada relatif bersifat I tidak sama dengan I (bersifat kontradikti) sebab I yang pertama dengan I yang kedua memiliki ruang dan waktu yang berbeda oleh karena itu dikatakan sebagai peduli atas ruang dan waktu.
Bagian berubah yang selanjutnya adalah dunia presepsi, presepsi menggunakan panca indra untuk menandakan sesuatu ada dengan pembuktian pembenaranya dikatakan korespondensi dikenal dengan aliran korespondensionisme. Sedangkan pada bagian yang tetap lebih menekankan pada kekonsistenan. Menurut paham ini, pikiran itu bisa menjadi ilmu jika konsisten, walaupun pikiran itu tidak bermakna. Sebagai contoh yaitu proses pembuktian dalam matematika yang mementingkan kekonsistenan, misalkan A x B = AB. Melanjutkan pembahasan tentang dunia presepsi yang biasa disebut juga dunia yang konkrit dan disisi lain abstrak. Didalam dunia filsafat antara yang konkret dan real itu berbeda. Konkret anti tesisnya abstrak sedangkan real anti tesisnya absolut. 
Sintetik itu ada beberapa perkara yaitu saling terhubung, sebab-akibat (causalitas), dan dunia presepsi. Dikarena sifat ini maka dapat menghasilkan sifat berikutnya yaitu untuk analitik bersifat a priori. A priori memiliki arti yaitu sesuatu yang ada dalam pikiran sehingga antara ide yang satu dengan ide yang satu saling berhubungan, walaupun wujudnya tidak ada. Seperti doktor yang memberikan resep obat kepada pasiennya hanya sekedar mendiagnosa dengan bertanya dan mendapatkan jawan resep apa yang tepat dengam menghubungkan pikirannya saja, inilah yang dinamakan Analitik A Priori. Sedangkan untuk sintetik bersifat a posteriori. A posteriori memiliki arti sesuatu yang ada diluar pikiran dan diketahui setelah dilihat, dirasakan, dsb. Sebagai contoh seorang dokter hewan untuk mendeteksi penyakit hewan maka tidak cukup dengan mendiagnosis saja tetapi harus melihat, memeriksa secara langsung dan kemudian tahu apa penyakitnya dan obat yang cocok dengan penyakit tersebut. Oleh karena itu muncullah istilah Sintetik A Posteriori. Akibat dari kedua sifat analitik a priori ini maka lahirlah aliran Rasionalisme dengan tokoh Rene Deskrates. Sedangkan pada sintetik a posteriori lahirlah aliran Emperisme dengan tokoh David Hume. Jadi pada bagian ini, terjadi pembagian dunia yaitu disatu sisi rasionalisme dan disisi lain emperisme. Kedua paham ini selama seabad lebih saling bersaing dan menujukan kebenaran masing-masing serta mempertahankan prespsi masing-masing. Akibat dari persaingan ini maka lahirlah seorong tokoh filsuf yang menjadi penengah yaitu Immanuel Kant (1671). Immanuel Kant, mengatakan bahwa antara rasionalisme dan emperisme benar, akan tetapi masing-masing meiliki kekurangan. Maka sesungguhnya Immanuel Kant menuliskan  dalam bukunya berjudul  The Critic of Purism menyimpulkan bahwa antara pikiran/rasional harus saling bersinergis dengan emperis maka lahirlah yang dinamakan Sintetis A Priori. Sintetik berarti cobalah dan a priori artinya pikirkanlah, maka sebenar-benar filsafat ilmu adalah pikirkan pengalamanmu, dan kerakanlah pikiranmu itu. Jadi konsdisi seperti ini bersifat fprmal maka lahirlah Formalism dengan tokoh Hilbert, bersifat logis maka lahir aliran Logisisme dengan tokoh Ultran Traso. Kedua sifat ini jika dinaikan maka akan menjadi trasendent atau dikenal dengan trasendentalinisme (diluar jangkauan pikiran), “sebenar-benar ayam adalah trasendet bagi cacing, sebab cacing tidak mengetahui apa-apa tentang ayam”, selain itu “diri kita adalah trasendet bagi adik kita, sebab adik kita tidak pernah tahu semua apa yang kita pikirkan”. Maka para dewa itu adalah trasendent bagi para daksa, pemimpin adalah trasendent bagi yang dipimpinnya, subjek adalah trasendent bagi objeknya, dan seterusnya.
Identitas bersifat tunggal dan kebenarannya hanya satu, sebagai contoh dalil phytagoras hanya satu, tidak tergantung pada ruang dan waktu. Akan tetapi, yang maha tunggal adalah Tuhan yang merupakan ranah spritual. maka lahirlah paham tentang tunggal yaitu monisme (maha tunggal), maksudnya adalah keseluruhannya itu adalah kuasa Tuhan. Ini sangat mudah kita pahami, sebab ini kemistri dengan dunia kita. Pada dasarnya dunia ini berdimensi, yang terdiri atas 4 dimensi yaitu material, formalitas, normatif dan spritual. Struktur dimensi ini sangat cocok dengan negara Indonesia, tetapi dengan segala macam pernak-perniknya diantara zaman tetap dan berubah sebenarnya muncul zaman kegelapan. Zaman kegelapan ketika gereja memiliki peranan penting dalam segala pembenaran. Sebagai contoh teori tentang galiosentris (bumi sebagai pusat tata surya) ini adalah pembenaran yang dikemukakan oleh gereja dan tidak ada satu pun yang bisa membatahnya dan setiap yang membantahnya akan dihukum mati.  Akan tetapi, teori ini mulai tergerus oleh saitifik yang mengatakan sesungguhnya bukan bumi sebagai pusat tata surya, akan tetapi matahari atau lebih dikenal dengan galiosentris. Haliosentris diperkenalkan pertama kali oleh Copernicus, dia secara diam menyelidiki dan menuliskan temuannya, tetapi temuanya ini disembunyikan akibat adikuasa gereja dimasa itu. Bumi pada dasarnya bergerak pada lintasannya dan selalu bergerak dan bergeser sehingga tidak mungkin dapat melewati suatu lintasan yang sama. Dari keadaan ini maka muncullah rasionalis dan emperis tersebut.
Suatu era baru yang diperkenalkan oleh Auguste Comte dengan alirannya yaitu Positivisme. Comte memahami bahwa sumber dari segala sumber kehidupan berangkat dari sikap positif. Positivisme lahir akibat kritik terhadap aliran emperis dan rasionalisme. Menurut Comte, yang berguna itu hanya apa yang dibutuhkan saja, maka untuk membagun dunia tidak bisa menggunakan spritual sebab spritual itu tidak logis sedangkan membangun dunia itu harus logis maka dimensi spritual diletakan pada bagian bawah dan paling atas sebagai paham positifsme (saintifik). Saintifik inilah benang merah dari Kurikulum 2013 yang sebenarnya berakar pada pemikiran dimana agama dimarjinalkan, maka ini adalah suatu kondisi yang miris terjadi dinegeri ini yang mulai tergerus oleh fenomena Comte yang diberdayakan oleh negara-negara barat, yang menunjukan negara indonesia semakin lemah dalam percaturan dunia saat ini yang dianalogikan seperti anak ayam yang kehilangan arah dalam sangkarnya sendiri. Kondisi inilah yang menyebabkan karakter negara indonesia yang menjadikan spritual menjadi dimensi teratas berubah menjadi dimensi saintifik (IPTEK). IPTEK, tanpa kita sadari menjerumuskan diri kita dalam pengguna aliran  positivisme tersebut, yang mutlak tidak bisa dihindari dizaman industri saat ini dengan penguasa tertinggi yaitu negara-negara seperti amerika serikat, rusia dan cina sebagai pemegang kendali, yang dikenal dengan industrialisasi dunia barat. Kondisi ini tanpa kita sadari melahirkan suatu struktur kehidupan dunia mulai dari arkaek, tribal, tradisional, feodal, modern, post modern, post post modern dan powernow atau kontemporer. Pada keadaan seperti ini Indonesia berada pada kondisi yang terjepit oleh  kekuatan powernow yang adidaya, dimana seperti yang kita ketahui bahwa falsafah negara Indonesia adalah sprtual dan budaya menjadi yang utama, akan tetapi barat mengatakan bahwa logikalah segala-galanya, dengan ilmu sperti matematika murni, biologi murni, kimia murni, dsb sebagai dasarnya sehingga dapat melahirkan teknologi serta ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi kehidupan ini. Ini sebenarnya mengapa belanda gagal menjajah indonesia, sebab pada saat yang sama belanda sudah sedikit demi sedikit melepaskan spritual menuju powernow. Paham ini di dukung oleh aliran-aliran yang terdiri atas pragmatisme, hedonisme, behaverionisme, utilitarianisme, materialsme dan liberalisme, dimana kesemua aliran ini mementingkan kebermanfaatan. Akan tetapi, kooptasi dunia barat yang merupakan implementasi kesemua aliran ini dalam kehidupan bermasyarakat tidak bisa dihindari, hal ini bisa dilihat dalam keadaan real masyarakat didunia pada umumnya dan indonesia pada khususnya penggunaan  HP, Android,internet,  dsb menjadi hal wajib yang tidak lain dan tidak bukan  merupakan produk dari aliran-aliran tersebut.  Oleh karena itu, setinggi-tingginya kita berkomitmen untuk tidak menggunakan aliran positivisme maka tidak akan pernah mampu melaksanakannya, sebab pengaruh aliran ini sudah menyelimuti seluruh lapisan kehidupan tanpa terkecuali.
Setiap hari kita tidak terlepas dari fenomen Comte. Ketika kita belajar filsafatpun tidak bisa terhindar dari pengaruh tersebut, posisi kita seperti ikan kecil dalam kolam yang terkontaminasi limbah atau zat kimia, sehingga menyebabkan banyak ikan yang mati. Hal ini, menganalogikan bagaimana keadaan manusia saat ini yang sudah terkontaminasi oleh fenomena Comte sehingga kita yang masih hidup tetapi dianggap mati. Seorang sufi mengatakan bahwa dari sekian banyak manusia hanya beberapa yang masih hidup, Mengapa demikian? Sebab sebenar-benarnya hidup adalah mereka yang selalu berdoa, sedangkan para filsuf mengatakan seseorang itu hidup apabila mereka terus berpikir.  Jadi hidup itu apabila menghadapi segala tantang dunia dan kooptasi dunia barat dengan penuh keyakinan, tetap dengan keyakinan yang dimiliki serta mengunakan pengetahuan dan pikirannya serta mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk sehingga sampai pada tujuan akhir dari hidup ini yaitu menggapai Sang Khalik dan menghindarkan diri kita dari fenomena Comte yang lebih memilih dunia dibandingkan akhirat.
Solusi untuk menghindarkan kontaminasi Comte untuk dunia timur yaitu dengan menjadikan spritual sebagai pengontrol segalanya, ada baiknya kita mengingat pepatah “berdoalah seakan engkau akan mati besok, serta berusahalah seakan-akan engkau hidup 1000 tahun lagi”.
Kembali berbicara tentang Kurikulum 2013, metode saintifik merupakan bagian dari fenomena Comte yang posisinya tajam kebawah. Hal inilah yang mengindikasikan Indonesia telah terkontaminasi oleh fenomena tersebut. Jika saintifik menjadi jargon untuk membagun Indonesia maka tinggal menunggu waktu kapan Indonesia akan meninggalkan nilai-nilai spritual. Maka untuk menanggulangi kondisi tersebut maka perlu menggunakan metode baru yaitu metode gotong royong, dimana terjadi interaksi antara peserta didik dengan pendidiknya. Aainifik itu hanya 1/3 dunia, yang dalam proses pengembanganya tidak saintifik tetapi mengklaim sebagai pengunna pendekatan saintifik dan hanya didasarkan pada ego dan kepentingan kelompok semata. Secara fundamental pedekatan saintifik memiliki sisi baik dan buruk, dimana seperti kita ketahui bersama bahwa ada 5M dalam saintifik yaitu mengamati, menanya, mengasosiasi, mencoba, mengkomunikasi. Pada aspek menanya tidak memiliki makna apapun dan menjadi pertanyaan adalah  apa yang harus dipertanyakan?  Apabila kita membaca tentang saintifik yang sebenarnya maka menanya merupukan pelintiran dari hipotesis, maka sesungguhnya bukan menanya tetapi hipotesis. Jika kita melihat dari August Comte, saintifik tersebut terbagi menjadi 4 yang salah satunya adalah history. Akan tetapi pada negara kita kata ini diganti dengan mengkomunikasikan. Jika kita berpikir bahwa pendidikan harus dihistorikan maka ini diluar ranahnya tetapi merupakan ranah dari humaniora. Inilah sebenar-benarnya akibat dari dampak PowerNow yang bertujuan untuk mengeskploitasi alam Indonesia.

Demikian merupakan refleksi perkuliahan Filsafat Ilmu yang disampaikan oleh Prof. Dr. Marsigit, MA mengenai filsafat dunia. Semoga dengan membaca dan memahami dapat menambah khasanah keilmuan kita. Amin.
Wassalamualaikum wr. wb.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar