Minggu, 22 November 2015

Filsafat Ilmu: REFLEKSI 13 Tanya Jawab Filsafat

Tanya Jawab Filsafat
Venti Indiani | 15709251057


Assalamualaikum wr.wb

Berikut merupakan refleksi dari pertemuan ke sembilan perkuliahan Filsafat Ilmu oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A. hari Selasa, 17 November 2015 pukul 11.10 - 12.50 WIB di R. 305B Gedung Lama Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta. Pada perkuliahan yang diampu oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A ini dilakukan sesi kedua setelah tes jawab singkat yaitu sesi tanya jawab.

Pertanyaan 1
Nurafni Retno Kurniasih
Apakah soal tes jawab singkat merupakan soal open-ended dimana open-ended itu merupakan soal yang meiliki banyak jawaban benarnya?
Jawaban dari Prof. Dr. Marsigit, M.A.
Soal-soal dalam tes jawab singkat lebih mementingkan kepada usaha untuk mengadakan dari masih yang mungkin ada menjadi ada. Setidaknya dengan adanya tes jawab singkat ini kita menjadi memikirkan yang tadinya belum terpikirkan bahwa yang namanya suatu sudut pemikiran bukan hanya sebuah sudut melainkan terdiri dari multiple sudut pemikiran. Sehingga kita sebenarnya adalah multifaset yang berdimensi tak berhingga dalam sebuah interaksi. Tidak seperti halnya perwayangan Dasamuka yang memiliki perwayangan hanya sepuluh. Kita sebagai manusia memiliki lebih dari itu sebagaimana ujian tadi yang memiliki minimal 50 sudut pandang. Sehingga sangat sulit dalam menentukan jawaban karena jawaban bersifat icon yang mewakili dunianya. Maka tidak sembarang orang yang membuatnya hanyalah para dewa yang mampu menjawab dengan baik. Hakekat para dewa yang sebenarnya terdapat beda umur, beda pengalaman beda dimensi, dan sebagainya. Seseorang yang tidak tahu pun menjadi tahu telah menjadi dewa bagi dirinya sendiri. Jadi orang yang tidak paham selalu dihantui dengan ketakutan mitos padalah sebetulnya kalau diungkapkan “Tiada sesuatu yang berubah kecuali sesuatu itu sendiri”. Kadang-kadang orang terjebak dalam ruang dan waktu yang gelap termakan oleh mitosnya sendiri. Kita sebagai mahasiswa adalah daksa dan dosen itulah adalah dewanya. Maka dalam menembus ruang dan waktu, para dewa harus bisa menembus ruang dan waktu sesuai dengan komunitasnya. Dalam artian, jika kita mau menembus ruang dan waktu kita harus melepas baju kedewaaanya agar tidak menakut-nakuti. Demikian pula ketika akan bertemu para dewa maka kita memperiapkan alat yang khusus, seperti Pak Jokowi ketika akan bertemu dengan Obama sebagai dewa maka harus memakai jas dan dasi jika hanya menggunakan batik maka Pak Jokowi akan dianggap sebagai kaum tribal. Disebabkan realitanya batik belum bisa menjadi universal value yang masih di bawah kekuasaan PowerNow. Batik masih bersifat lokal belum bersifat internasional menembus kekuasaan PowerNow. Karena untuk menjadikan Batik jadi icon universal value diperlukan proses yang panjang dan lama dengan cara mengubah paradigma, dunia, ideologi, pilitik dan sebagainya. Seperti kejadian pemboman di Paris, Obama berkata “ini menyerang Universal Value” dan universal value sekarang dipegang oleh PowerNow. Tidak mudah untuk menjadi universal value, memerlukan perubahan dari generasi ke generasi 10 atau 20 generasi belum tentu mampu merubah universal value. Malahan yang terjadi realitasnya kita akan kehilangan lokal yang akan tersedot dalam aliran PowerNow yang telah direduksi. Reduksi itu ibarat pisau yang berbahaya yang dapat membunuh. Namun disisi lain berguna dan sangat dibutuhkan untuk mengupas bawang. Inilah salah satu fenomena Comte. Fenomena Comte yang lain adalah menghilangkan rokok di dunia ini banyaknya kerugian dari rokok tersebut namun di sisi yang lain menggantungkan hidup para petani tembakau jadi rokok masih dijual bebas ke sana kemari. Kembali pada soal-soal filsafat dimana pada dasarnya soal-soal filsafat itu berstruktur. Serta memiliki 1001 jawaban yang harus dipilih sesuai dengan ruang dan waktu yang.

Pertanyaan 2
Atik Lutfi U.N
Apakah batasan seseorang dapat dikatakan sebagai sufi?
Jawaban dari Prof. Dr. Marsigit, M.A.
Mengenai sufi berati tentang tingkatan spiritual. Seorang sufi sebenarnya mencoba mencari metode berdoa yang disesuaikan dan dikembalikan secara otentik berdasarkan aslinya. Contohnya menyakini Nabi-nabi sesuai dengan keyakinan masing-masing walaupun telah meninggal dunia tetaplah diyakini dan dihormati. Pada kisah zaman dahulu ketika para sahabat sedang berkumpul dengan para Nabi, salah satu sahabat berkata kepada Nabi, “Saya ingin mengetahui sebenar-benar dirimu, saya ingin mengetahui sebenar-benar wajahmu, wahai Rosul”. Rasulullah SAW menjawab, “Tengoklah pada telinga putriku”. Semua satu persatu sahabat pun menengok dan melihat telinga Fatimah namun hanya menemukan gelap. Hanya satu sahabat Rasulullah SAW yaitu Abu Bakar Ash Shiddiq yang tidak ikut menengok telinga Fatimah. Rasululloh pun bertanya kepada Abu Bakar “Kenapa Engkau tidak melihat telingan putriku ?”. Abu Bakar menjawab “tidak perlu ya Rasulullah, setiap hari aku sudah melihat dirimu ketika aku makan, mandi, tidur, dll”. Rasulullah SAW pun menjawab “Engkaulah salah satu muridku yang paling cerdas”. Rosul merupakan murid Malaikat Jibril, Malaikat Jibril adalah utusan Allah. Sehingga dari Tuhan mengalirlah sinar-sinar yang diyakini oleh para ulama yang kemudian lahirlah Ahlu Sunnah Waljama’ah. Dari para sahabat selanjutnya kepada penerus-penerus sehingga sampailah pada para sufi (ulama pembawa wasilah). Wasilah inilah yang kemudian menjadi guru-guru spiritual dimana Dunia dan akhirat memiliki gurunya masing-masing untuk menertibkan dan membetulkan para manusia. Maka janganlah berlaku sombong akan ilmu yang dimiliki sehingga merasa tidak perlu belajar kepada para sufi, ulama dan sebagainya untuk sampai kepada Tuhan kerana merasa yakin doanya akan sampai kepada Tuhan. Kita tidak akan pernah tahu apakah doa kita diterima atau tidak karena doa pun memiliki medannya tersendiri, tapi dengan mengintrospeksi diri, berusaha dekat dengan sufi. Dalam keadaan apapun berusahalah untuk memohon ampun dan menyebut nama Tuhan karena itulah setinggi-tinggi spiritual.


Pertanyaan 3
Tri Rahmah S
Bagaimanakah tanggapan filsafat mengenai khayalan manusia agar tidak melampau batas kuasa Tuhan?
Jawaban dari Prof. Dr. Marsigit, M.A.
Khayalan agar tidak melampaui batas maka kendalikan dengan iman dan taqwa dalam dimensi spiritual. Jika kita melihat,


Jika x anggota A, maka x ≠ x, karena x ≠ x maka kesimpulannya x bukan anggota himpunan A. Apapun akan melahirkan kontradiksi, setiap langkah di dunia ini pastinya akan bertemu dengan kontradiksi sebagaimana pada Fenomena Comte. Akibat dari Fenomena Comte kita dibuat ribet, kita lupa akan sholat, lupa akan kewajiban. Sehingga jika dikembangkan secara intensif dan ekstrensif dari fenomena Comte tersebut inilah mencampuradukkan antara postif dan negatif menjadi satu. Sehingga dalam dimensi tertinggi spiritual, orang tersebut tidak akan masuk surga karena masih adanya unsur neraka dalam dirinya. Inilah hidup, mau pulih yang mana neraka atau surga tergantung pada bagaimana diri kita menjalani hidup. Maka dalam filsafat ketika berdiskusi berkaitan dengan ketuhanan jangalah melampaui batas karena sebenar-benar pikiran kita tidak akan mungkin mampu menggapai memikirkan Tuhan. Maka jika telah masuk dalam diskusi yang mulai mengarah pada keraguan terhadap Tuhan, lebih baik hentikanlah dan istiqfarlah. Ketahuilah Tuhan mengetahui segalanya apa yang tidak kita ketahui, pikiran kita terbatas memikirkanNya inilah bukti ketidaksempurnaan manusia. Sehingga Imanuel Khan menyebutkan “Dunia ini ada awal dan tidak ada awal “Jika dilihat secara sistematik maka dunia itu ada awal, secara  Filsafat menganggap dunia tidak ada awalan secara keyakinan, dunia itu berawalan dan berakhiran namun hanya Tuhan yang mampu mengawali dan mengakhiri. Sedangkan jika dilihat dari fikiran manusia dunia tidak berakhir namun ada akhir. Yang terpenting adalah adanya keimanan pada diri manusia bahwa awal dan akhir itu hanya Tuhan yang tahu.

Demikianlah sesi kedua perkuliahan yang diisi dengan tanya jawab. Semoga dapat menjadikan kita lebih bijak lagi terhadap ruang dan waktu.

Wassalamualaikum wr.wb



Tidak ada komentar:

Posting Komentar